AKTIVIS RELAWAN MAHASISWA INDONESIA

TMII

TMII

Rabu, 01 Desember 2010

PENGANTAR FILSAFAT ILMU

A. POKOK-POKOK ISI BUKU PER BAB

BAB I
LOGIKA
Logika adalah ilmu dan kecakapan menalar, Berpikir dengan tepat. Untuk mencapai sebuah kata logika harus kita ketahui dulu bagaimana cara berpikir atau bernalar, berpikir adalah kegiatan akal untuk mengolahpenegtahuan kita yang kita dapat melalui panca indra untuk mencapai suatu kebenaran. Dan menurut Aris Toteles berbicara dengan diri sendiri juga disebut dengan berpikir. Berpikir sampai kepada menyimpulkan sesuatu dari hasil menganalisis.
Untuk mencapai sebuah kata logika tidak hanya cukup berpikir saja tetapi pikiran itu harus tepat mengenai sasaran, sudah bias dikatakan berpikir tepat apabila suatu jalan pikiran sesuai dengan patokan-patokan dalam logika. Setelah sudah ada ketepatan jalan pikiran maka baru bias kita sebut dengan logis.
Setelah kita bisa berpikir secara logis kita juga harus memiliki kecakapan dalam menerapkan aturan-aturan berpikir tepat dalam persolan yang kongkret yang kita hadapi setiap harinya. Nah, untuk menetukan aturan-aturan pemikiran yang tepat , logika harus menganalisis unsur-unsur pemikiran manusia. Unsure-unsur pemikiran manusia itu ada tiga yaitu menangkap sebuah permaslahan, menganalisis permasalahan yang didapat, dan mengambil kesimpulan. Cara berpikir seperti ini tidak perlu di ucapakan cukup di pikirkan dalam batin.
Pengetahuan manusia diawali dengan pengalaman-pengalaman yang dirasakan dalam peristiwa sehari-harinya dalam lingkungan. Akan tetapi akal kita tidak cukup hanya mengetahui sampai disitu saja, tetapi kita akan berkeinginan untuk menelusuri lebih jauh lagi tentang apa yang kita rasakan. Sehingga timbullah pertanyaan mengapa, untuk apa, bagaimana kejadianya, apa sebabanya, dan mengapa bisa terjadi demikian. Apabilah dari fakta yang kita lihat lalu kita menganalisisnya sehingg sampai pada kesimpulan maka bisa disebut sebagai suatu penalaran atau pemikiran.
Tujuan pemikiran manusia adalah untuk mencapai pengetahuan yang benar dan pasti.akan tetapi dalam kenyataanya tidak semua kesimpulan maupun alasan-alasan itu selalu benar adanya. Jadi benar adalah sesuai dengan kenyataan dan sebaliknya, salah adalah tidak sesuai dengan kenyataan. Kalau pikiran kita sesuai dengan realitas yang ada maka di katakana benar, dan apabiala pemikiran kita tidak sesuai dengan realitas yang ada maka salahlah akan pemikiran kita.
“misalnya ada seorang anak yang tegelam dalam keadan pingsan ia di tarik kelur dari air, orang yang melihatnya berteriaka si anak telah mati karena ia tidak bernapas lagi.(kesimpulan diu=mati, alasn dia=tidak bernapas lagi, jadi karena dia tidak bernapas lagi makan dia dikatakan sudfah mati).
Agar pemikiran dan penalaran kita dapat melahirkan sebuah kesimpulan maka kita harus memenuhi syarat-syaratnya. Pertama, pemikiran harus berpangkal darai kenyataan atau titik pangkalnya harus benar. Kedua, alasan-alasan yang di ajukan harus benar-benar tepat dan kuat karena banyak orang yang mengajukan pernyataan tetapi tidak dikuatkan dengan alasan-alasan. Ketiga, jalan pikiran harus logis dan lurus tetapi kadang titik pangakal sudah tepat tetapi urutan dan langkah-langkahnya tidak tepat maka kesimpulan juga tidak akaan benar. Oleh karena itu diperlukan suatu tata urutan dan langka-langkah yang lururs sehingga menghasilkan kesimpulan yang tepat dan akurat serta sesuai dengan realitas yang terjadi.
BAB II
PENGERTIAN DAN PERKATAAN
Di pembahasan awal, berpikir telah kita rumuskan sebagai “berbicara pada diri sendiri di dalam batin”. Orang tidak akan bisa melihat apa yang saya pikirkan akan tetapai orang akan bisa meliha apabila pikiran saya menjadi nyata, saya lahirkan dan saya ungkapkan. Untuk mengapresiasikan pikiran kita bayak cara yang bisa kita lakukan misalnya dengan isyarat, kata-kata, bahasa lisan dan bahasa tulisan. Pikiran tidak dapat selalu diugkapkan denga sempurna kare na kita kadang sulit untuk mengapresiasikan dalan cerita, catatan dan lainya sebab tidak semua orang mengerti apa yang kita rasakan.
Dalam pemikiran dan bahasa terdapat sebuah hubungan timbal balik, misalnya apabila kita berpikir yang tepat maka kita juga harus bisa mengukapkan dengan kata-kata yang tepat pula. Apabila kata-kata kita yang tepat maka kita berpikir yang lurus. Jadi bahasa berbanding lurus dengan pemikiran, karena kecakapan berpikir juga di dapat dari kecakapan berbahasa pula.
Sebelum kita membahas apa itu bahasa terlebih dahulu mari kita bahas dulu apa itu kata, dan apa itu term. Untuk berbahasa dengan baik kita harus mengerti apa itu kata, kata adalah tanda lahir yang menunjukan baik barang-barang dan pengertian-pengertian kita tentang barang tersebut. Kita juga harus mengetahui terlebih dahulu apa itu term, jadi term adalah bagian dari suatu kalimat yang berfungsi sebagai subjek atau predikat.
Dengan memahami arti kata dan term maka kita akan mudah bertukar pikiran dan dengan memahami term juga kita akan mudah menyususn kata-kata dalam bentuka kalimat denagan baik, sehingga orang lain akan mudah memahami perkataan kita dalam bentuk bahasa dengan baik.
Kata pasti sudah sering menggunakan kata-kata, misalnya meja, kursi, piring dan lainnya. Akan tetapi dari kata-kata yang kita akrabin sehari-hari itu belum tentu kita tahu artinya. Makan dalam ilmu logika mempelajari apa itu isi pengertian dan luas pengertian. Isi pengertian adalah semua unsur yang termuat dalam pengertian itu, misalnya kita ambil sebuah kata yaitu “pembantu” maka kata pembantu terdisri dari ber bagai unsure pembantu biasanya seorang wanita, pembantu bekerja di rumah orang, pembantu identik dengan orang kampung. Jadi setiap kata mempunyai arti atau isi tertentu. Luas pengertian adalah mencakup barang-barang atau lingkungan realitas yang ditunjuk dengan pengertianatau kata tertentu. Dalam luas pengertian dapat di contohkan denga kata “mobil” kata ini hanya masuk dalam runga lingkup mobil maka di luar itu tidak dapat terapakan misalnya sepeda dan motor.
Anatara isi pengertian dan luas pengertian mempunyai hubungan, makin umum pengertian itu makin sedikit isinya dan makin luas lingkunganya maka makin banyak isinya. Apabila kata mobil yang kita gunakan maka makin luas isinya, apabila kata itu kita tujukan pada mobil Mercedes makan akan makin sempit ruanag lingkupnya dan semakin khusus.
Luas term dapat kita tunjukan dengan istila-istila berikut:
1.Singular = dengan tegas menunjukan suatu individu atau barang tertentu (nama diri, kata-kata denga ter ataupun paling).
2.Partikular = menunjukan hanya sebagaian dari seluruh luasnya (lebih dari satu, tetapi tidak semaua pohon itu).
3.universal = menunjukan seluruh lingkunganya dan masing-masing bawahanya (setiap orang, besi itu logam, dan manusia adalah makhluk social).
Pembagian kata-kata menurut artinya
Kata-kata dapat di golongkan menurut artinya:
Univocal (sama bentuknya sama artinya) Kata-kata univocal adalah kata yang terpenting digunakan dalam ilmu pengetahuan dan dalam pemikiran, karena istilah-istilah yang teat sama arti yang digunakan dalam ilmu dan diskusi.
Ekuivokal (sama bentuknya, lain artinya) Sedangakan kata-kata Ekuivokal adalah kata yang harus hati-hati dalam pengunaanya dalam ilmu pengetahuan ataupun dalam pemikiran. Karena kata initidak persis jelas apa maksudnya, maka hasilnya akan kacau. Kata ini baik digunakan untuk lelucon tapai tidak baik untuk diskusi atau alasan ilmiah.
Analogis (sama bentuknya, sedangkan artinya ada kesamaan dan ada perbedaanya) Kata Analogis banyak kita pergunakan dalam bahasa sehari-hari, misalanya enak manis, cantik, muka yang manis dan lain sebagainya.

Nilai-Rasa dan kata-kata Emosional
Bahasa adalah adalah sesuatu yang hidup Karena bahasa adalah hasil ekspresi kita yang hidup. Kata-kata yang kita ucapkan tidak hanya menunjukan fakta-fakta,hal-hal ilmiah atau kenyataan saja. Akan tetapi dalam bahasa menyatakan sebuah sikap ataupun perasaan kita terhadap sesuatu yang objektif.
Dalam mengunakan kata kita harus memilih kata yang tepat sesuai dengan yang kita butuhkan karena setiap kata mengandung perasaan dan bisa kita bedakan yang mana yang mengandung persaan dan yang mana hanya cetusan saja. Bisa kita bandingkan makna katanya misalnya, kau, kamu, saudara, anda, lu, gw, tuan, paduka, maneh, sia, mbok dan lain-lain sebgainya, dari kata-kata tersebut memiliki nilai dan emosionalnya sendiri. Oleh karena itu dalam mengunakan kata kita harus menyensuaikan dengan keadaan yang kita hadapi.
Penggolongan
Penggolongan atau klasifiksi adalah pekerjaan budi kita untuk membagi-bagi, menggolongkan, dan menyusun pengertian, dan barang-barang sesuai dengan kesamaan dan perbedaanya. Penggolongan sangat penting sekali dalam ilmu pengetahuan dan proses pemikiran, karena untuk mengupas persoalan dalam ilmu pengetahuan kita harus tahu persoalanya dan dapat menguraikan unsur-unsurnya.
Aturan-aturan penggolongan
1. Penggolongan harus lengkap
Penggolongan ini harus sampai terperinci dan harus meliputi seluruh bagaian.
2. Penggolongan harus sungguh-sungguh memisahkan
Bagian yang satu tidak boleh mengandung bagian yang lain, tidak ada tumpang tindih.
3. Penggolongan harus menurut dasar atau garis yang sama
Harus konsekuen dan tidak menggunakan dua atau lebih dasar sekaligus dalm pembagin yang sama.
4. Penggolongan harus cocok untuk tujuan yang hendak dicapai
Definisi
Definisi sangat penting karena dalam pemikiran yang lurus dan berkomunikasi dengan orang lain kita harus memastika sebuah arti, pengertian-pengertian dan kata yang dikandung. Menurut arti kata definisi berarti ‘pembatasan’ yang artinya menentukan batas-batas pengertian tertentu sehingga jelas apa yang dimaksudkan.
Jenis-jenis definisi
1.Definisi Nominal(menurut kata atau nama) dan hanya menerapkan istilah tertentu.
- Kata sinonim = kata searti yang lebih umum di mengerti.
-Mengupas asal usul istilah tertentu (etimologi)
Definisi real
Definisi real adalah definisi yang menerangkan sebenarnya barang tertentu, dengan menunjukan realitas atau hakikat barang itu sendiri.
1.Dari sifat khas atau hakiki (definisi logis atau esensial)
Definisi ini selalu ada dua yang pertama menunjukan golongan atasan atau jenis terdekat yang menyatakan kesamaan hal yang di definisikan dengan barang-barang lain. Kedua menunjukan sifat khas atau hakiki yang terdapat pada barang itu saja, jadi menyatakan dalam hal apa barang itu justru berbeda dari yang lain.
2.Dari kumpulan sifat-sifat (definisi deskriptif)
Definisi ini melihat dari sekumpulan sifat sehingga semua sifat itu bersam-sama cukup untuk menerangkan barang itu dengan jelas, hingga dapat dibedakan dari baraang-barang lain.
3.Dari sebab-sebab atau tujuanya (definisi kausal atau final)
Banyak barang, alat, kejadian dapat di terangkan dengan menunjukan sabab-sebabnya dan maksudnya.
BAB III
PUTUSAN DAN KALIMAT

Putusan adalah perbuatan manusia yang di dalamnya ia mengakui atau memungkiri tentang sesuatu. Biasanya bisa dikatakan bahwa putusan adalah perbuatan akal, tetapi yang bekerja dengan akal budi adalah manusia secara keseluruhan. Seperti saat kita melihat bukan mata saja yang melihat tapi seluruh manusia tersebut juga melihat. Pada dasarnya putusan menerangkan sesuatu, atau menyatakan, menyangkal suatu hubungan antara dua pengertian. Unsur-unsur putusan adalah subjek, predikat dan hubungan antara subjek dan predikat. Putusan di golongkan menjadi dua yaitu, Putusan kategoris adalah putusan yang didalamnya B diakui atau dipungkiri tentang S ‘tanpa sayarat’. Putusan hipotesis adalah putusan yang didalamanya P di akui atau dipungkiri tentang S tidak secara mutlak, melainkan tergantung dari suatu syarat.


Mengatakan sesuatu tentang suatu
Disini kita akan meninjau lebih dalam apa yang kita lakukan dalam putusan. Pertama adalah Putusan afirmatif dalam keputusan afirmatif S dan P dinyatakan satu kata penghubung menyatukan. Yaitu isi predikat di terapkan pada subjek, dan luas subjek dinyatakan masuk luas predikat. Kedua, Putusan negative dalam putusan negative tidak dinyatakaan ada kesatuan antara S dan P. S dan P dipisah-pisahkan tidak dinyatakan sama. Mungkin S dan P dalam hal bentuk ada kesamaan.
Banar dan salah
Putusan adalah merupakan satu-satunya ucapan yang dapat benar dan dapat juga salah. Apabila kedua hal yang dalam putusan dinyatakan satu dan dalam kenyataan memang satu maka keputusan itu benar, dan jika keputusan itu di katakan satu padahal yang sebenarnya tidak satu maka keputusan itu salah. Jadi untuk menetukan benar tidaknya suatu putusan yaitu dengan mencocokan fakta, kenyataan, atau realitas.
Pasti dan Mungkin
Dalam diri kita terdapat ‘kepastian’ yang kita miliki mempunyai derajat yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Ada tiga macam sikap budi (mental state) pada diri manusia. Terdapat kepastian, dalam hal ini kita harus memberikan sebuah pernyataan yang benar-benar pasti ‘yang ini benar dan yang ini salah’ tampa keraguan sama sekali. Karena derajat kepastian yang kita miliki berbeda-beda maka kepastian yang dapat di capai pun berbeda- beda. Dugaan atau sangkaan, adakalanya kita tidak dapat mencapai keyakinan yang seratus porsen walupun pada dasarnya kita telah mengadakan penyelidikan. Dalam mengukapakan pendapat yang kita bisan mengatakan yang ini iya tapi yang lain pun masih ada kemungkinan untuk di iyakan juga. Kesangsian, kadangkal dalam memilih sesuatu kita bisa mengatakan ya karena memiliki cukup alasan dan kita bisa mengatakan tidak karena kita tidak mempunyai cukup alasan. Jadi kita hanya baru menduga saja belum bisa memastikan, masih ragu-ragu. Maka kata-kata yang akan keluar adalah: barangkali, ada kemungkinan, saya masih sangsi dan sebagainya.
Penggolongan putusan menurut Luasnya
Luas putusan ditentukan oleh luas subjeknya, maka di bedakan, Singular adalah Putusan yang subjeknya singular jika predikat diakui dipungkiri hanya tentang satu hal yang tunjuk dengan jelas. Partikular adalah putusan yang subjeknya partikular; jadi, jika predikat diakui atau dipungkiri tentang sebagian dari seluruh luas subyeknya. Misalnya: "Beberapa penduduk desa ini cukup kaya.Universal adalah putusan yang subjeknya universal; jadi, jika predikatnya diakui atau dipungkiri tentang seluruh luas subjeknya. Misalnya: "manusia itu makhluk berbudi."

Pemakaian Lingkaran-lingkaran
Luas subjek dan predikat serta hubungan antara luas S dan luas P dapat digambarkan dengan bantuan lingkaran-lingkaran. Ada sebuah pulau yang terletak di khatulistiwa. Garis khatulistiwa membagi pulau menjadi bagian utara dan selatan. Oleh pemerintah, pulau tersebut dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah A, B dan C.
Luas predikat
Putusan ini disebut universal, partikular, atau singular jika subjeknya universal, partikular, atau singular. Di samping luas subjek, perlu kita perhatikanjuga luas predikat.
Ketentuan-ketentuan tentang luas predikat
(1) Predikat adalah singular, jika dengan tegas menunjukkan satu hal tertentu. Misalnya: Lind Bergh adalah orang yang pertama-tama melintasi Lautan Atlantik dengan kapal terbang. Slamet itu bukan orang yang terkecil dari anak-anak kelas 3.
(2) Dalam putusan afirmatif, predikat adalah partikular (kecuali jika ternyata singular). Misalnya: Anjing itu binatang.
(3) Dalam putusan negatif, predikat adalah unversal. Dengan pemungkiran, S dan P dipisah-pisahkan. Misalnya: manusia itu bukan kera. Yang dimaksudkan adalah semua manusia (subjek universal) dan semua kera (predikat), dan kedua ini sama sekali dipisahkan: tak ada seorang manusia pun yang termasuk lingkungan 'kera', dan tak ada seekor kera pun yang termasuk lingkungan 'manusia'.
Penggolongan Putusan menurut Isinya
Dalam putusan menurut isinya seperti halnya pada isi pengertian, maka di sini pun terdapat pertanyaan pokok yang harus kita ajukan di antaranya: Apa sebenarnya yang dimaksudkan? Apa inti pokok yang hendak dikemukakan dalam putusan tersebut? Hal-hal apa yang hendak dihubung-hubungkan? Apakah putusan itu benar? Mengapa? Atau mengapa tidak? Dapatkah dibuktikan? Bagaimana caranya? Apakah berdasarkan induksi atau deduksi?
Pertanyaan-pertanyaan ini tidak selalu mudah dijawab. Bahkan ada kemungkinan tidak dapat dijawab! Namun tetap harus diajukan. Ini langkah mutlak untuk belajar berpikir dengan kritis dan logis. Sebagai bantuan untuk mempertajam daya pikiran, serta sebagai langkah pertama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, di sini dikemukakan beberapa jenis putusan yang dibeda-bedakan dengan memperhatikan isi putusan.
Putusan Analitis dan Putusan Sintetis
Putusan analitis adalah putusan yang di dalamnya predikat dipersatukan dengan subjek atas dasar analisis subjek (deduksi). Predikat menyebutkan secara eksplisit apa yang secara implisit sudah terkandung di dalam subjek itu. Beberapa cara berpikir analitis.
a. Closed system statements - yang kebenarannya tidak perlu diperdebatkan atau dicocokkan dengan fakta, karena kita tentukan sendiri.
b. Agreement statements - yang benar karena sudah disetujui bersama. Semacam definisi atau perjanjian. Misalnya: satu meter = 100 cm; dalil-dalil ilmu pasti.
c. A priori statements = yang sebelumnya sudah kita pastikan manusia itu makhluk berbudi. Satu km itu 1000 meter. Yang persegi itu tidak bundar.
Putusan sintetis adalah putusan yang di dalamnya predikat dipersatukan (disintesiskan) dengan subjek atas dasar pengaiaman (empiris) - induksi - penyelidikan - fakta - observasi. Putusan inijuga disebut: a.Putusan empiris (empiri = pengalaman) atau discovery statements - yang kebenarannya kita temukan atas dasar induksi dan pengalaman. Beberapa cara berpikir sintetis.
a.Open `system statements - yang mengenai dunia konkret yang kita alami setiap hari.
b. A posteriori statements - yang kebenarannya tidak dapat dipastikan sebelumnya, melainkan sesudahnya atas dasar pengalaman.
Caranya membutikan pustusan empiris dan analitis:
a.Putusan empiris dapat dicek dengan mencocokkannya dengan kenyataan atau fakta-fakta.
b.Putusan analitishanya dapat dicek dengan menyelidiki aturan yang telah ditentukan, definisi yang telah disetujui, atau isi pengertian S.
Dalam masyarakat seringkali kita mendengar ucapan-ucapan yang kelihatannya merupakan putusan-putusan empiris, tetapi kalau diselidiki lebih teliti ternyata merupakan putusan-putusan analitis.
"Setiap orang yang rnempunyai pikiran sehat akan menentang usaha baru itu."
"orang yang cinta tanah air dan pandai berpikir tidak mungkin menolak Repelita.
"Treason do never prosper. What's the reason? For if it prosper none dare call it treason."
Pernyataan tentang ‘fakta' dan tentang pendapat'
Putusan-putusan tentang dunia pengalaman kongkret (empiris) masih dapat kita perinci lebih lanjut. Untuk mengerti persoalan ini, kita bandingkan kedua putusan berikut:
a) Amir memakai kaca-mata.
b) Amir itu sungguh tampan.
Ucapan yang pertama adalah suatu pernyataan tentang fakta yang secara objektif dapat diselidiki dan dicek kebenarannya. Ucapan kedua dapat dikatakan suatu pernyataan tentang pendapat atau perasaan yang bersifat subjektif, yang sukar dibuktikan secara objektif. Jika orang lain tidak menyetujui pendapat itu, ia paling-paling dapat mengemukakan pendapatnya sendiri yang berbeda. Karena itu akan lebih tepat kalau dikatakan 'menurut pendapat kami .... '.atau 'menurut saya .... 'Jadi kita bedakan:
a. Pernyataan tentang fakta (statement of facts) - ialah putusan yang mengatakan sesuatu tentang dunia nyata, dan yang benar salahnya dapat dicek dengan mencocokkannya dengan fakta.
b.Pernyataan tentang pendapat (statement of opinion) - ialah putusan yang memberikan keterangan tentang pendapat, perasaan, atau interpretasi seseorang, dan yang kebenarannya tidak 'dijatuhkan' apabila ada orang lain yang mengajukan pendapat lain.
Pendapat Subjektif - Objektif
Hal ini membawa kita pada perincian lebih lanjut lagi. Ucapan seseorang dapat menyatakan:
a) Pendapat yang bersifat subjektif belaka - dalam hal ini tak dapat dicek atau dibuktikan, hanya berdasarkan 'rasa' saja.
b) Pendapat yang berdasarkan pertimbangan, penilaian, atau pandangan yang sedapat-dapatnya objekt dalam hal ini ucapan tidak bersifat subjektif belaka, tetapi kebenarnnya dapat dibuktikan atau dicek atas dasar fakta-fakta (value judgement).
Putusan-putusan 'umum'
Putusan-putusan seperti ibu mencintai anaknya' atau' orang Jerman suka menyanyi' adalah putusan yang 'pada umumnya' memang benar, tetapi selalu mungkin ada pengecualiannya juga. Putusan-putusan umum seperti ini termasuk putusan partikular.Perumusan yang 'umum' A = B, yang sebenarnya berarti ' beberapa A = B', tetapi dikemukakan seakan-akan'semua A = B'. Jika ini tidak disadari, maka pasti kita tarik kesimpulan yang salah.
Jadi, putusan-putusan umum dapat dirumuskan sebagai suatu kecenderungan yang berarti: Beberapa A = B (partikular). Akan tetapi, benar-tidaknya ucapan-ucapan itu, ada tidaknya kecenderungan itu masih harus dibuktikan (dengan bantuan statistik). lni menyangkut pula soal penggolongan: siapa yang termasuk 'anak desa', siapa 'anak kota', apa ukurannya untuk 'kepandaian', dan sebagainya. Apabila terbukti bahwa, misalnya, 70% dari orang-orang yang diselidiki itu menunjukkan sifat tertentu, dapat ditarik kesimpulan bahwa "A cenderung bersifat B".


BAB IV
PENYIMPULAN LANGSUNG
Pekerjaan akal yang ketiga ialah pemikiran atau penyimpulan dari kata-kata yang dirangkaikan menjadi kalimat-kalimat atau putusan-putusan yang dirangkaikan menjadi suatu pemikiran. Mata-mata rantai dalam rangkaian itu biasanya berupa kata-kata seperti: karena ... , maka ... , kalau ini begini, maka itu begitu, berhubung begitu ... , maka karenanya begini. Hasil pemikiran seperti itu kita sebut 'kesimpulan' sehingga proses pengambilan suatu kesimpulan kita sebut'penyimpulan".
Penyimpulan
Penyimpulan (inference) ialah: Kegiatan manusia, yang dari pengetahuan yang telah dimiliki dan berdasarkan pengetahuan itu bergerak ke pengetahuan baru.
a.Kegiatan manusia
Yang giat bukan hanya akal saja, tetapi seluruh manusia. Akal budi memegang kendali, tetapi perasaan dan kehendak ikut mempengaruhijalan pikiran itu, entah dalam arti yang baik, entah dalam arti yang tidak baik.
b.Dari pengetahuan yang telah dimiliki
Dengan kata-kata ini, ditunjuk titik pangkal untuk setiap pemikiran, yaitu pengetahuan yang telah ada. Titik pangkal ini dapat berupa pengetahuan tentang fakta-fakta, atau suatu asas umum, mungkin suatu anggapan atau suatu hipotesis yang menjadi titik tolak untuk pemikiran lebih lanjut.
c.Berdasarkan pengetahuan itu
Dengan ungkapan ini, ditunjuk hubungan yang ada antara pengetahuan baru dan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Pengetahuan baru yang diperoleh secara kebetulan itu bukanlah hasil pemikiran. Dalam penyimpulan, maka kesimpulan yang diambil itu selalu berpangkal dan berdasarkan atas pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.


d. Bergerak
Dengan ini dinyatakan bahwa pemikiran merupakan suatu proses. Kita tidak dapat mengerti segala-galanya sekaligus, melainkan selangkah demi selangkah dan, dari aspek yang satu ke aspek yang lain. Proses pemikiran ini pada pokoknya dapat menempuh dua jalan:
1. Deduksi = dari pengetahuan yang umum menyimpulkan pengetahuan yang 'khusus' (umumnya definisi orang adalah seperti ini tetapi hendaknya dicatat bahwa definisi tersebut tidak tepat).
2. Induksi = dari pengetahuan yang khusus menyimpulkan pengetahuan yang umum.
e. Pengetahuan baru
Pengetahuan baru yang merupakan hasil pemikiran itu disebut kesimpulan (konsekuen, conclusion), dan berguna:
1. Pengertian Baru: yaitu j ika kita berawal dari kebenaran yang telah dimengerti sampai pada kesimpulan yang sebelumnya memang belum dimengerti denganjelas.
2. Kemajuan dalam menyadari dan membuktikan kebenarankebenaran yang sebetulnya sudah dimengerti, tetapi masih kurang disadari bukti-bukti, dasar-dasar, atau sebabsebabnya.
Berbagai Istilah Penyimpulan
Titik pangkal: Pengetahuan yang telah dimiliki serta yang merupakan titik-tolak dalam proses pemikiran itu disebut antecedens atau premis (artinya: yang mendahului). Jadi, premis = hal dari mana disimpulkan sesuatu. Hasil pemikiran: Pengetahuan baru yang diperoleh berdasarkan premis-premis disebut kesimpulan. Proses mengambil suatu kesimpulan dari premis-premis tertentu itu disebut penyimpulan. Hubungan antara premis dan kesimpulan, serta yang merupakan dasar untuk kesimpulan itu agar lebih mudah kita sebut hubungan (istilah teknisnya: konsekuensia).
Kesimpulan yang sungguh-sungguh dapat dan harus diambil premis-premis tertentu disebut kesimpulan yang sah. Kesimpulan yang salah, yang tidak boleh atau tidak dapat diambil dan premis-premis tertentu itu disebut kesimpulan yang tidak sah.
Benar dan salah: Supaya suatu kesimpulan itu benar, maka haruslah dipenuhi dua syarat mutlak.
a)Titik pangkal, yaitu premis-premis harus benar dan tepat.
Benar: apabila titik-tolak pemikiran tidak benar, kesimpulannya juga tidak akan benar. Seringkali suatu kesimpulan salab justru karena titik tolaknya sudah salah. Misalnya, jika manusia dipandang sebagai alat produksi belaka, maka ada yang menarik kesimpulan: kalau orang sudah tidak dapat berproduksi, maka dibunuh saja.
Tepat: premis-premis harus menunjukkan dasar mengapa kesimpulan tertentu diambil; jadi, harus surgguh-sungguh membuktikan. Kelemahan dari banyak pemikimn ialah tidak menunjukkan alasan yang sebenarnya (tidak'kenal').
b)Jalan pikiran harus lurus atau logis, artinya harus ada hubungan yang sah antara premis dan kesimpulan. Mungkin terjadi bahwa jalan pikiran sudah sah, namun kesimpulannya tidak benar.
Dalam hal ini jelas bahwa titik tolak atau premis yang tidak benar atau tidak tepat. Mungkin juga premis-premis sudah benar, tetapi kesimpulannya salah. Dalam hal ini jalan pikiran yang tidak 'lurus'. Bidang khas logika ialah lurusnya jalan pikiran, Bagaimana kita memiliki jalan pikiran yang lurus dari putusan yang satu sampai pada kesimpulan (putusan yang lain) tanpa melanggar kebenaran.
Penyimputan langsung dan tidak langsung
Premis dapat terdiri dari satu, dua atau lebih putusan. Berpangkal pada putusan tertentu, kita seringkali dapat secara langsung menyimpulkan suatu putusan baru (kesimpulan), dengan memakai subjek dan predikat yang sama, Ini disebut penyimpulan langsung .
Cara berpikir penyimpulan tidak langsurg (modiate inference). Disebut tidak langsung, karena S dan P dari kesimpulan dipersatukan melalui atau dengan perantara term menengah tersebut, yang berfungsi menunjukkan alasan mengapa S dan P tertentu dapat dipersatukan. Kita mulai dengan penyimpulan langsung yang sederhana berpangkal pada suatu putusan tertentu menyimpulkan (menyusun) suatu putusan baru (= kesiinpulan), dengan memakai subjek dan predikat yang sama.
Ekuivalensi
Jika kita mengerti bahwa 'tak ada orang Belgia yang menjadi jago pencak', maka secara langsung dapat kita simpulkan bahwa tak ada jago pencak yang berbangsa Belgia'. Kalau 'A dan B itu tidak sama', maka dapat juga dikatakan 'A itu tidak sama dengan B' atau 'A ~ B. Apabila kita tahu bahwa 'ada orang pintar yang kurus'. Maka secara langsung dapat dikatakan pula bahwa ada orang kurus yang pintar. Kalau 'tak ada siswa yang lulus ujian' ini mengatakan hal yang persis sama. Rumusan-rumusan baru itu disebut Ekuivalen, artinya: mengatakan hal yang persis sama. Putusan-putusan baru itu sebetulnya tidak mengatakan sesuatu yang baru, hanya perumusannya berlainan, tetapi dengan memakai subjek dan predikat yang sama.
Akan tetapi kalau dikatakan 'semua A = B', apakah itu berarti juga bahwa 'semua B = A'? Apakah dapat diambil kesimpulan bahwa yang bukan B itu juga bukan B? Dengan lain perkataan: apakah yang dapat disimpulkan apabila S dan P itu tukar tempat.
Pembalikan
Membalik suatu putusan berarti menyusun suatu putusan baru., dengan jalan menggantikan subjek dan predikat (sedemikian rupa hingga yang sebelumnya menjadi subjek sekarang menjadi predikat, dan yang sebelumnya predikat menjadi subjek), dengan tidak rnengurangi kebenaran isi putusan itu.
Karena putusan menyatakan suatu kesatuan antara S dan 'P maka dari kesatuan antara S dan P itu dapatlah diambil suatu kesimpulan mengenai kesatuan antara P dan S juga. Akan tetapi, berbeda halnya dengan ilmu pasti, yang rumus-rumusnya boleh dibolak-balik (a = b, jadi b = a), subjek dan predikat suatu kalimat tidak selalu dapat dibolak-balik begitu saja, karena luas S dan P itu dapat berlain-lainan.
Maka perlulah kita perhatikan hukum-hukum atau aturan-aturan pembalikan, agar pembalikan putusan tidak menghasilkan kesimpulan yang salah.
a) Putusan A hanya boleh dibalik menjadi putusan I
Sebabnya ialah, dalam putusan afirmatif, predikat adalah partikular (tidak menunjukkan luasnya), sedangkan subjek putusan A adalah universal. Jika S dan P itu bertukar tempat, artinya jika putusan A ini dibalik menjadi putusan A lagi, maka P yang partikular itu menjadi S yang universal.
b)Putusan E selalu boleh dibalik (E jadi O, O jadi E).
Sebabnya ialah, dalam putusan negatif universal seluruh luas S dipisah-pisahkan dari seluruh luas P.
c)Putusan I dapat dibalik menjadi putusan I lagi.
Dalam putusan afirmatif, P adalah partikular. Jika putusan ini dibalik, P yang partikular itu menjadi S yang partikular, dan S yang partikular itu menjadi P yang partikular pula.
d)Putusan O tidak dapat dibalik.
Misalnya: ada manusia yang bukan dokter, jadi ... ada dokter yang bukan manusia. Atau: dunia ini banyak manusia yang bukan orang Indonesia, jadi ... ada banyak orang Indonesia yang bukan manusia.. . Jika putusan O dapat dibalik dengan tidak menelurkan kesimpulan, hal itu secara kebetulan saja.
Aplikasi
Kalau dikatakan 'yang tidak kelihatan itu tidak ada' maka dibuat kesalahan berpikir yang dalam logika disebut 'mengambil kesimpulan yang tidak sah', yaitu mengambil kesimpulan yang terlalu luas, artinya kesimpulan yang mengatakan lebih banyak daripada yang dapat dan boleh disimpulkan dari premis-prernis.
Hal ini nampaknya cukup jelas. Namun demikian, seringkali orang membuat kesalahan'mengambil kesimpulan yang terlalu luas'. Jika asas ini dirumuskan dengan lebih teliti, maka menjadi: "Semua yang dapat dipegang, dilihat, diraba, material itu riel atau nyata, jadi yang riel atau nyata, adalah (hanya) apa yang dapat dipegang, dilihat, diraba, materiel." Kalimat pertama (premis) benar, kalimat kedua (kesimpulan) salah:
a. Dalam politik: Misalnya dikatakan, "kaum sosialis memperjuangkan kemakmuran rakyat: jadi, barang siapa mau ikut serta memperjuangkan kemakmuran rakyat, mesti masuk golongan atau partai sosialis." Jika ucapan itu dijabarkan, maka menjadi: Semua sosialis = memperjuangkan kemakmuran rakyat, jadi semua yang memperjuangkan kemakmuran rakyat itu = sosialis. Betulkah hal ini? Kesimpulan ini hanya benar jika sosialis =. satu-satunya. golongan atau partai yang memperjuangkan kemakmuran rakyat!
b.Dalam ilmu: "Semua yang dapat diukur oleh ilmu pengetahuan itu mempunyai arti bagi ilmu; jadi, semua yang mempunyai arti bagi ilmu (harus) dapat diukur, dan yang tak dapat diukur, oleh ilmu pengetahuan itu tak mempunyai arti." (Asas positivisme).
Kesalahan logis 'Latius'
Kesalahan'menarik kesimpulan yang terlalu luas' (kesimpulan yang universal, padahal yang benar hanya putusan partikular) itu disebut kesalahan logis 'latius hos'. Kesalahan'latius hos' berarti mengumumkan, memperluas menjadi putusan universal, jika yang benar hanya putusan partikular, yang biasanya dirumuskan dalam bentuk putusan umum.
Jika seseorang yang beragama tertentu melakukan kesalahan, maka bukan orang itu sendiri saja yang dipersalahkan, melainkan agama atau golongannya, dengan semboyan-semboyan seperti'agama adalah candu bagi rakyat'. Perlawanan atau oposisi terdapat antara dua putusan, yang mempunyai subjek dan predikat yang sama, tetapi berbeda-beda dalam luas dan atau bentuknya (afirmatif/negatif). Perlawanan atau oposisi memegang peranan yang penting dalam pemikiran sebab apabila antara dua putusan terdapat perlawanan atau oposisi, maka berpangkal dari putusan yang satu dapat kita ambil berbagai kesimpulan tentang benar atau salahnya putusan-putusan'lawannya'.
Di sini kita menjumpai perlawanan kontraris. Putusan 'batu ini putih' dan 'batu ini hitam' itu berlawanan satu sama lain: tidak dapat sekaligus benar (tak ada batu yang sekaligus putih dan hitam) - tetapi dapat kedua-duanya salah (ada batu yang tak putih, tetapi juga tak hitam, misalnya batu yang merah). Putih dan hitam merupakan dua kontras atau dua ekstrem, yang ditengah-tengahnya masih ada banyak kemungkinan lain.
Macam-macam perlawanan
Keempat macam perlawanan akan dibicarakan satu per satu.
Kontradiktoris = Bertentangan Ialah perlawanan antara dua putusan (dengan S dan P yang sama) di mana yang satu hanya menyangkal yang lain tanpa menambah suatu pernyataan positif, jadi hanya'melawan' (= kontra)'pemyataan' (=diktum).
Kontraris = Berlawanan Ialah perlawanan yang terdapat antara dua putusan universal (A dan E), yang mempunyai S dan P yang sama, tetapi berbeda dalam bentuknya (yang satu afirmatif, yang lain negatif). Putusan-putusan yang berlawanan ini tidak dapat sekaligus bersama-sama, benar, tetapi dapat kedua-duanya salah.
Kalau betul bahwa'semua mahasiswa lulus', maka jelaslah bahwa ucapan 'semua mahasiswa tidak lulus' itu salah. Akan tetapi, kalau ucapan'semua mahasiswa lulus' itu tidak benar, belum tentu bahwa'semua mahasiswa tidak lulus'. Dan kalau ucapan 'tak ada mahasiswa yang lulus' itu salah (tidak benar), belum tentu bahwa'semua mahasiswa lulus'.
Subkontraris = "kurang berlawanan 'atdu Perlawanan Bawahan Ialah perlawanan yang terdapat antara dua putusan partikular (I dan 0) yang mempunyai S dan P yang sama, tetapi berbeda dalam bentuknya (yang satu afirmatif, yang lain negatif).
Subaltern = Bawahan Ialah perlawanan antara dua putusan yang mempunyai S dan P yang sama, tetapi berbeda-beda menurut luasnya: universal dan partikular.Perlawanan macam ini terdapat antara putusan A - 1 dan E - 0. Dapat kedua-duanya salah, dapat kedua-duanya benar, dapat juga yang satu benar, yang lain salah.

BAB V
PENYIMPULAN TIDAK LANGSUNG
Kini akan dibahas dua bentuk utama penalaran tidak iangsung, yakni induksi dan deduksi. Keduanya dapat dibedakan, tetapi dalam prakteknya keduanya tidak dapat dipisahkan dan saling mengisi.
Induksi
Induksi adalah suatu bentuk penalaran yang menyimpulkan suatu proposisi umum dari sejumlah proposisi khusus yang berbentuk 'S ini adalah P' (subjek ini adalah predikat). lnduksi mungkin berupa satu proses sederhana, dan seketika itu. Juga terselenggara melalui suatu pandangan (insight), tetapi mungkin pula berupa suatu proses yang panjang, sangat sukar, dan sulit dalam analisis bertahap (gradual analysis), kecermatan pandangan (insight), proses trial and error sebagaimana apabila ilmuwan terlibat dalam penemuan hukum alam atau dalamn masalah ilmiah yang begitu berseluk-beluk seperti masalah-masalah sosial.
Dalam induksi kesimpulan yang dicapai selalu berupa generalisasi (pengumuman), misalnya: "air kotor menyebabkanpenyakit kulit",'bahan kuliah perguruantinggi setiap minggu harus dipelajari secara lebib dalam dari pada bahan pelajaran sekolah menengah', 'sarjana luar negeri lebib bonafid daripada sarjana dalam negeri'. Setiap generalisasi iduktif diperoleh sesudah dilakukan pengamatan bahwa beberapa atau banyak kejadian berakhir dengan hasil yang sama, maka kemudian si pengamat 'yakin' bahwa di waktu yang akan datang, suatu kejadian yang sama juga akan berakhir dengan hasil yang sama.
Apabila diamati hakikatnya, terdapat generalisasi empiris dan generalisasi yang diterangkan. Suatu generalisasi empiris mengatakan bahwa suatu hubungan universal yang ada adalah begini atau begitu. Begitu pengetahuan maju dan sebab serta akibat dipelajari maka suatu generalisasi empiris menjadi generalisasi yang diterangkan.
Induksi Iidak Lengkap dan Hakikat Kesimpulannya
Pengetahuan sehari-hari dan ilmu-ilmu positif empiris banyak memerlukan induksi. Tetapi jarang sekali kita dapat memperoleh induksi yang lengkap. Induksi lengkap diperoleh manakala seluruh kejadian khususnya telah diselidiki dan dicermati. Jika kejadian-kejadiannya tidak semua diamati, namun sudah diambil suatu kesimpulan umum, maka diperoleh induksi tidak lengkap. Jenis induksi tidak lengkap inilah yang bisa kita peroleh dan kita jumpai. Alasannya sederhana: keterbatasan manusia.
Induksi dan Metode Iimiah
Induksi erat sekali berhubungan dengan metode ilmiah (scientific method). Sebab induksi adalah dasar metode ilmiah. Bahkan tercipta kerangka pikir bahwa, ilmu adalah merupakan penalaran induktif hal ini tentu saja tidak benar. Pengamatan ilmiah terhadap hal-hal yang konkret individual menjurus pada penemuan fakta dan teori-teori serta hipotesis-hipotesis yang merupakan pendapat-pendapat. Semuanya berupa generalisasi-generalisasi induktif. Adalah fakta bahwa penelitian akan menyembuhkan beberapa jenis penyakit kelamin. Tetapi hanyalah suatu hipotesis manakala dikatakan bahwa dosis tinggi vitamin C akan mengurangi kemungkinan terserang pilek. Dalam hal ini tidak pernah dibuat suatu generalisasi faktual, dan agaknya tidak akan pernah ada.
Mungkin sebagai hasil pengujian pertama, dapat Anda peroleh suatu kesimpulan yang benar. Namun demikian, manakala pengujian Anda menunjukkan bahwa hipotesisnya salah, Anda harus membuat suatu pengamatan lebih lanjut, membuat hipotesis lain, dan menguji serta menguj i kembali. Apa bila kesimpulannya salah maka Anda harus memulai seluruh prosesnya kembali, dan memulai kembali. Begitulah Cara dan proses ilmuwan mencari kebenaran.
Deduksi
Deduksi adalah mengambil suatu kesimpulan yang hakikatnya sudah tercakup di dalam suatu proposisi atau lebih. Kesimpulan tersebut benar-benar sesuatu yang baru dan muncul sebagai konsekuen dari hubungan-hubungan yang terlihat dalam proposisi atau proposisi-proposisi tadi.
Deduksi jauh lebih sering terjadi dari persangkaan kebanyakan orang. Hampir setiap keputusan adalah deduksi, dan setiap deduksi ditarik (dideduksikan) dari suatu generalisasi yang berupa generalisasi induktif yang berdasar hal-hal khusus yang diamati, generalisasi induktif yang palsu karena salah tafsir terhadap evidensi (bukti) yang ada (pandangan orang tentang malaria -disebabkan oleh udara buruk di waktu lampau), generalisasi induktif semu (generalisasi yang menurut banyak orang bertumpu pada pengamatan terhadap hal-hal khusus yang kenyataannya tidak demikian), dan generalisasi noninduktif yang biasanya diambil dari sistem nilai budaya sebagaimana asumsi-asumsi di bidang keagamaan, ekonomi, perilaku sosial, dan lain sebagainya yang sudab naeresapi kehidupan orang, seringkali tidak pernah diuj i dan dikaji sgcara kritis.
Manakala penalaran deduktif diambil struktur intinya dan dirumuskan secara singkat, maka dijumpailah bentuk logis pikiran yang disebut syllogisme. Penguasaan atas bentuk logis yang disebut syllogisme ini akan sangat membantu mencermatkan langkah-langkah pikiran sehingga terlihat hubungan-hubungannya sebelum mencapai kesimpulan.
Syllogisme
Syllogisme adalah proses logis yang terdiri dari tiga bagian. Dua bagian pertama merupakan premis-prernis atau pangkal tolak penalaran (deduktif) syllogistik. Sedangkan bagian ketiga merupakan perumusan hubungan yang terdapat antara kedua bagian pertama melalui pertolongan term penengah. Bagian ketiga ini disebut juga kesimpulan yang berupa pengetahuan baru (konsekuens). Proses menarik suatu kesimpulan dari prernis-premis tersebut disebut penyimpulan.
Atas dasar premis-premis tersebut kita menarik deduksi. Seringkali tidak dengan seketika dapat dikatakan apakah suatu P (predikat) harus atau dapat diakui atau dipungkiri oleh suatu S (subjek). Maka sebelum pikiran dapat'memutuskan' S = P, diperlukan pertimbangan-pertimbangan dan analisis, yakni pikiran maju langkah demi langkah dengan
membandingkan term S dan P dengan suatu term lain yang dapat menghubungkan S dan P tersebut. Term lain itu disebut term penengah, disingkat M. Peranan M adalah menunjukkan alasan mengapa S dan P dipersatukan atau dipisahkan dalam kesimpulan.
Pada pokoknya, syllogisme mempunyai dua bentuk asli: pertama, Syllogisme kategoris, yakni premis-premisnya berupa pernyataan kategoris: P diakui atau dipungkiri tentang S secara mutlak tidak bergantung pada suatu syarat (karena ... maka ... ). Kedua, Syllogisme hipotetis, yakni premisnya berupa pemyataan bersyarat: P diakui atau dipumungkiri tentang S tidak secara mutlak, melainkan bergantung pada suatu syarat (kalau ... maka .... ).
o Premispertama disebut mayor (putusan induk). Mayor ini mengandung P (predikat) dari kesimpulan; dan biasanya merupakan putusan yang bersifat umum.
oPremis kedua disebut minor (lebih sempit ruang lingkupnya). Biasanya berupa putusan yang lebih konkret.
o Kesimpulan mempersatukan S dan P berdasarkan hubungannya masing-masing dengan M. Perlu dicatat dengan balk:
Syllogisme kategoris adalah struktur suatu deduksi berupa suatu proses logis yang terdiri dari tiga bagian yang masing-masing bagiannya berupa pemyataan kategoris (pemyataan tanpa syarat). Sebagai suatu bentuk logis yang sudah baku, syllogisme, khususnya syllogisme kategoris, bermakna sekali. Dalam percakapan sehari-hari, diskusi, buku dan pidato, jalan pikiran kita jarang dirumuskan dalam bentuk syllogisme. Tetapi begitu masalah'mengapa' dipersoalkan, maka orang akan mencari alasan-alasannya. Di sinilah bentuk logis syllogisme kategoris dapat membantu menunjukkan jalan atau tahap-tahap penalarannya. Misalnya, apabila seseorang ditanya, "Mengapa korupsi itu haram?" Maka akan dicari alasannya, dan kemudian berkata "Karena korupsi adalah mencuri." Jika kemudian diberi bentuk logis, maka dapat diperoleh syllogisme sebagai berikut:
M = P Mencuri itu haram
S = M Korupsi adalah mencuri
S = P 41 Maka korupsi adalah haram
Korupsi adalah mencuri, dan mencuri termasuk hal-hal yang haram —+ maka korupsi haram
Untuk penjabaran pemikiran-pemikiran macam ini menjadi sllogisme diperlukan langkah-langkah berikut:
1.Tentukanlah dahulu kesimpulan yang dikemukakan, kesimpulan biasanya tidak tersembunyi dan dinyatakan dalam kata-kata, seperti: karena itu, maka dari itu, jadi, dan sebagainya.
2.Jika kesimpulan telah dirumuskan, maka dicari apa alasannya yang dikemukakan ("karena"-nya). Alasan ini biasanya menunjukkan M.
3.Jika telah dimengerti S dan P (dari kesimpulan) serta M (dari alasan) maka dapatlah disusun syllogisme, (kesimpulan dulu) (S = P), lalu minor (yang mengandung S dan M), lalu mayor. Mayor ini merumuskan titik pangkal yang sebenarnya.

B. Hukum-hukum syllogisme kategoris
Dalam menyusun suatu syllogisme haruslah diingat aturan-aturan tentang isi dan luas subjek dan predikat agar jalan pikiran itu sah.
1.Term S, P, dan M dalam satu pemikiran harus tetap sama artinya. Dalam syllogisme, S dan P dipersatukan atas dasar pembanding masing-masing dengan M; kalau M itu dalam mayor dan minor tidak tepat sama artinya (= kata analogis atau ekuivokal) maka tak dapat ditarik kesimpulan.
2.Kalau S dan atau P dalam premis partikular, maka dalam kesimpulan tidak boleh universal. Karena kita tidak boleh menarik kesimpulan mengenai'semua' jika premis hanya memberi keterangan tentang'beberapa'.
3.Term M harus sekurang-kurangnya satukali universal.
Anjing itu binatang P = M
Kucing itu binatang S = M
Jadi kucing itu anjing . S = P
4.Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling 'lemah'. Jika kalimat universal dibandingkan dengan kalimat partikular, maka yang partikular disebut yang 'lemah'. Begitupula kalimat negatif itu lebih'lemah' dibandingkan dengan kalimat afirmatif. Cerita yang cabul tidak baik untuk mendidik anak.
C. Syllogisme majemuk
Sekali diketahui prinsip syllogisme, yaitu S dan P dipersatukan atas dasar M, maka syllogisme dapat diperluas menjadi suatu rangkaian dengan memakai lebih dari satu M.
Syllogisme kondisional
Syllogisme kondisional (bersyarat, conditional syllogism) ialat syllogisme yang premis mayornya berupa keputusan kondisional.
Keputusan kondisional = Keputusan yang mengandung suatu syarat, yaitu terdiri dari dua bagian, yang satu dinyatakan benar jika syarat yang dinyatakan dalam bagian lain dipenuhi. Misalnya, 'Jika hujan turun, maka haruslan jalan menjadi basah."
Putusan kondisional itu benar jika hubungan bersyarat yang dinyatakan di dalamnya itu benar dan salah jika hubungan bersyarat itu, tidak benar. Bagian putusan kondisional yang mengandung syarat disebu: antecedens. Bagian yang mengandung apa yang dikondisikan disebu konsekuens. Hubungan antara antecedens dan konsekuens adalah int. putusan kondisional (menentukan benar tidaknya putusan itu).
BENTUK-BENTUK SYLLOGISME KONDISIONAL YANG SAN
Bentuk-bentuk yang terakhir ini paling banter hanya menunjukkan suatu kemungkinan. (Jadi kesimpulan seharusnya: mungkin (A), dan mungkin tidak . Bentuk-bentuk ini hanya sah, jika syarat yang dinyatakan dalam (A) merupakan satu-satunya syarat. Tetapi ini lalu harus dinyatakan pula, dengan mengatakan: "Hanya jika (A), maka B; jadi kalau B; maka pula A."
Orang yang bukan ahli seringkali menganggap teoriteori dan hipotesis-hipotesis itu telah pasti karena adanya kesimpulan yang dapat ditarik dari hipotesis itu. Tetapi seorang ahli mengerti bahwa teori, tetap teori dan hipotesis tetap hipotesis saja. Memang, jalan pikiran dalam ilmu adalah demikian: Kalau hipotesis ini diterima, maka ilmu dapat menerangkan gejala-gejala tertentu. Nah, dengan hipotesis ini kita dapat menerangkan gejala-gejala tertentu itu, jadi ..... hipotesis mungkin benar.
Syllogisme hipotetis dapat dijabarkan menjadi syllogisme kategoris. Misalnya, "Jika tugas pemerintahan ialah menyelenggarakan kepentingan umum, maka is tak boleh hanya mementingkan kepentingan satu golongan tertentu saja dengan mengorbankan kepentingan golongan-golongan lain dalam masyarakat. Nah, tugas pemerintah memang ..... jadi .....°' Ini dapat dijabarkan menjadi: "Yang ada demi kepentingan umum, tidak boleh ..... Nah, tugas pemerintahan justru..... Jadi .....
B.Syllogisme disjungtif
Syllogisme disjungtif ialah syllogisme yang premis mayornya terdiri dari keputusan disjungtif. Premis minor menyatakan atau memungkiri salah satu dari 'kemungkinan' yang disebut dalam mayor. Kesimpulan mengandung kemungkinan yang lain.
Keputusan disjungtif ialah: keputusan yang di dalamnya terkandung suatu pilihan antara dua (atau lebih) kemungkinan (menunjukkan apa yang disebut suatu'alternatif, dinyatakan dalam kalimat dengan atau.. . atau ...).
Dibedakan:
a) Disjungtif dalam arti sempit (dalam arti sebenarnya) Hanya mengandung dua kemungkinan, tidak lebih dan tidak kurang, tidak dapat bersama-sama benar, dan tidak ada kemungkinan ketiga. Jadi, dari dua kemungkinan yang disebut hanya satu dapat benar. Karena itu, 'A atau B' dapat juga dirumuskan: "Tidak dapat bersama-samaA dan B. Nah, A; jadi bukan B." Atau: "Kalau A, bukan B. Nah, A; jadi bukan B."
b) Disjungtif dalam arti luas
Juga mengemukakan pilihan antara dua kemungkinan A atau B, tetapi kemungkinan-kemungkinan yang disebut itu dapat juga bersama-sama benar, atau ada kemungkinan ketiga. Jadi, satu kemungkinan benar, yang lain mungkin benar juga (tidak mutually exclusive) sebab dapat dikombinasikan. Misalnya: "Dialah yang pergi, atau saya (dapat juga bersama-sama)." Atau: "Memperkecil
Meskipun demikian, syllogisme dan keputusan disjungtif sangat penting dalam praktek. Mengapa? Karena dalam percakapan sehari-hari kerapkali secara diam-diam (implisit) terkandung atau dikemukakan suatu alternatif (hanya kemungkinan, seakan-akan mutually exclusive) - sedangkan dalam kenyataan tidaklah merupakan alternatif, melainkan ada kemungkinan-kemungkinan lain. Hal ini khususnya terjadi dalam berbagai-bagai bentuk propaganda yang suka mengemukakan perlawananperlawanan; yang hanya mengenal dua warna, putih dan hitam; atau mengemukakan perlawanan di mana sama sekali tidak ada perlawanan.
Dilema adalah semacam pembuktian, yang di dalamnya terdiri dari dua atau lebih putusan disjungtif untuk ditarik kesimpulan yang sama; atau dibuktikan bahwa dari masing-masing kemungkinan hares ditarik kesimpulan yang tidak dikehendaki.
Dilema merupakan suatu kombinasi dari berbagai bentuk syllogisme. Mayor terdiri dari sebuah putusan disjungtif. Dalam minor diambil kesimpulan yang sama dari kedua alternatif.
BAB VI
KESALAHAN LOGIS
Kesalahan logis yang di dalam bahasa asing disebut fallacy (Inggris) atau drogreden (Belanda), bukanlah kesalahan dalam fakta seperti misalnya 'Pangeran Diponegoro wafat tahun 1950,' tetapi merupakan bentuk kesimpulan yang dicapai atas dasar logika atau penalaran yang tidak sehat, misalnya 'Dadang lahir di bawah bintang Scorpio, maka hidupnya akan penuh penderitaan.'
Kesalahan logis dapat terjadi pada siapapun juga betapa tinggi intelegensi seseorang ataupun betapa lengkapnya informasi yang dimilikinya, meskipun semakin seseorang tahu bagaimana berpenalaran tertib, semakin kuranglah kemungkinannya terjerumus ke dalam kesalahan logis.
Berikut ini akan dibicarakan berbagai kesalahan logis, agar dapat dikenali identitasnya sehingga dapat ditanggulangi kemungkinannya.
Generalisasi Tergesa-gesa
Kesalahan logis yang ini sekadar akibat dari induksi yang salah karena berdasar pada sampling hal-hal khusus yang tidak cukup, atau karena tidak memakai batasan (seperti: banyak, sering, kadang-kadang, jarang, hampir selalu, di dalam keadaan tertentu, beberapa, kebanyakan, sebagian besar, sejumlah kecil, dan lain sebagainya.
Generalisasi tergesa-gesa terjadi karena kecerobohan, tidak mempunyai dasar induktif yang sehat. Lihat, misalnya, ucapan atau ungkapan sebagai berikut:
1.Para mnahasiswa menolak NKK beserta BKK-nya.
2.Guru-guru tidak sadar akan masalah-masalah yang paling mendesak dari murid-muridnya.
3.Kejahatan-kejahatan yang terjadi akhir-akhir ini berlatar belakang politik.
4.Semua orang Inggris kaku.
5.Tokoh-tokoh buruh menggunakan taktik penipuan dalam menarik anggota baru.
Non Sequitur ('Belum Tentu')
Kesalahan logis non sequitur (istilah bahasa Latin, berarti tidak mengikuti, it does notfollow) yang di sini diindonesiakan dengan'belum tentu' mengerti akan kesalahan yang terjadi karena premis yang salah dipakai. Non sequitur merupakan loncatan sembarangan dari suatu premis ke kesimpulan yang tidak ada kaitannya dengan, premis tadi. Hubungan premis dan kesimpulan hanya semu, hubungan yang sesungguhnya tidak ada.
Analogi Palsu
Analogi adalah suatu perbandingan yang dipakai untuk mencoba membuat suatu ide dapat dipercaya atau guna membuat suatu konsep yang sulit menjadi jelas. Penggunaan analogi dengan baik dan benar akan sangat berguna. Ilmu berkembang berkat pemakaian analogi secara baik dan benar.
Namun demikian, banyak pula orang memakai analogi palsu dalam penalaran atau argumentasinya. Analogi palsu adalah suatu bentuk perbandingan yang mencoba membuat suatu idea atau gagasan terlihat benar dengan cars membandingkannya dengan idea atau gagasan lain yang sesungguhnya tidak mempunyai hubungan dengan idea atau gagasan yang pertama tadi. Misalnya apabila seorang menyamakan kepala negara dengan kepala manusia dipotong maka akan matilah manusia tersebut; begitu pula apabila kepala negara dibunuh, maka negara itu akan hancur. Jelas contoh tersebut suatu analogi palsu.
Penalaran Melingkar
Penalaran melingkar adalah kesalahan logis karena si penalar meletakkan kesimpulannya ke dalam premisnya, dan kemudian memakai premis tersebut untuk membuktikan kesimpulannya. Jadi, kesimpulan dan premisnya sama (begging the question). Di dalam diskusi atau penalaran hendaknya kita waspada, apakah para pembicara tidak mengasumsikan di dalam premis-premisnya kesimpulan-kesimpulan yang dicobakan untuk diyakinkan agar Anda menerimanya.
Deduksi cacat
Manakala kita memakai suatu premis yang cacat di dalam menarik suatu kesimpulan deduktif, besar kemungkinan kesimpulannya juga cacat. Penggunaan premis yang cacat sangat sering terjadi hingga seyogianya di dalam penalaran atau diskusi yang serius kita berhenti sejenak dan mempertanyakan premis-premis yang kita pakai.. Apakah premis-premis tersebut dapat dijadikan gantungan yang sah bagi kesimpulan.


Pikiran Simptistis
Pikiran simplistis adalah kesalahan logis karena si penalar terlalu menyederhanakan masalah. Masalah yang begitu berseluk-beluk disederhanakan menjadi dua kutub yang berlawanan (karenanya disebut pula pikiran polarisasi), atau dirumuskan hanya ke dalam dua segi, yaitu hitam-putih, atau dirumuskan sebagai hanya dua pilihan ini atau itu. Jelas penyederhanaan di atas, atau dua kutub, atau dua segi, atau dua pilihan tersebut tidak sehat karena di dalam bidang perilaku manusia yang sangat berseluk beluk jarang sekali terdapat barang-barang atau gagasan-gagasan itu yang selalu baik atau buruk, hitam atau putih, benar atau salah, dan seterusnya. Telah ada nuansa, umumnya bahkan barang-barang atau gagasan-gagasan tadi berupa campuran baik dan buruk, hitam dan putih, dan sebagainya.
Argumen ad Hominem
Kesalahan logis ini terjadi karena kita tidak memperhatikan masalah yang sesungguhnya dan menyerang orangnya, pribadinya. Sebagian pelajar dalam usaha menunjukkan bahwa guru yang tidak disukainya itu guru' yang jelek cara mengajarnya. Maka mereka menyerang caranya guru tersebut berpakaian, menyerang kehidupan sosialnya, menyerang pandangan politiknya, menyerang potongan tubuhnya, dan lain-lain segi pribadi guru tersebut yang sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan kemampuan mengajarnya.
Argumen ad. Populum
Sasaran kesalahan logis argumen ad populum adalah kelompok, bukan masalahnya. Argurnen ad populum sering terdapat pada pidato-pidato yang diarahkan pada kelompok yang kurang maju daya kritiknya. Orang-orang yang tidak tahu atau tidak cukup informasi akan mudah digelorakan perasaannya untuk membenci kelompok atau golongan lain.
Kewibawaan Palsu
Kewibawaan terkadang dibutuhkan untuk inemberi bobot pada penalaran kita. Pengutipan seorang ekspert patut diberi perhatian dan sangat dibenarkan. Manakala, misalnya seseorang akan berargumentasi tentang ekologi di Indonesia, sepantasnya digunakan buab pikiran ekspert Prof: Oto Sumarwoto (dari Bandung) manakala orang berbicara tentang kehendak merdeka, dapat kiranya dikutip Principle of Uncertainty dari fisikus Werner Heisenberg; sedangkan manakala orang hendak melawan kehendak merdeka dan mendukung deterniinisme (paharn yang mengatakan bahwa semua telah serba ditentukan), dapat kiranya isi mengutip kewibawaan Albert Einstein yang menampik teori Heisenberg, dan menegaskan bahwa alam raya bersifat detenministik.
Kesalahan logis dari kewibawaan palsu adalah karena dipakainya kewibawaan bukan yang sesungguhnya. Henry Dunant, misalnya, dipakai sebagai ekspert dalam berbicara tentang masalah-masalah politik, atau Einstein sebagai kewibawaan dalam menulis tentang nutrisi anak balita.
Sesudahnya Maka Karenanya (Post hoc ergo propter hoc)
Kesalahan logis ini berkaitan dengan salah interpretasi terhadap hubungan sebab akibat. Di dalam kehidupan manusia pada umumnya, terdapat peristiw-aperistiwa sederhana, peristiwa-peristiwa yang cukup berseluk-beluk, dan peristiwa yang sangat berseluk-beluk. Semua itu mempunyai sebab, Sebab dari suatu peristiwa sederhana mungkin dapat ditentukan dengan mudah. Misalnya Pak Guru tidak dapat datang mengajar karena beliau sakit dan diopname. Kita yakin akan sebabnya. Tetapi suatu peristiwa yang agak berseluk-beluk mungkin tidak mudah menentukan sebabnya.
Berhubung penalaran logis kita menyangkut peristiwa dan idea, maka sering kali kita harus mengetahui sebab atau berbagai sebab dari suatu peristiwa atau berbagai peristiwa untuk dapat melanjutkan penalaran dan mencapai kesimpulan yang sehat. Di sinilah sering terjadi salab tafsir terhadap hubungan sebab-akibat. Salah satu bentuk salab tafsir dalam masalab hubungan adalah 'sesudahnya maka karenanya' (post hoc ergo propter hoc).
Kesalahan logis 'sesudahnya maka karenanya' sering terjadi di dalam praktek kehidupan. Penyebabnya adalah kita sering ceroboh dalam mengidentifikasi yang benar-benar menjadi sebab sesuatu. Sesuatu yang mendahului sesuatu lain tidak harus atau tidak tentu menjadi sebab dari sesuatu yang terjadi kernudian.
Tidak Relevan (Tidak Bergayutan)
Kebanyakan orang sering merasa sulit untuk tetap memegang pokok masalah. Sering kali kita tergoda untuk menyeleweng dari pokok masalah atau, bahkan, tidak menghiraukan sama sekali pokok masalahnya. Seorang bawahan tidak mau menerima teguran atasan dan, bahkan, mencari pembenaran perbuatannya atas dasar bahwa atasannyajuga berbuat yang tidak benar itu. Tetapi, apabila atasannya betul berbuat yang tidak benar, maka ia pun hares ditindak oleh atasan tersebut. Kesalahan atasan, jika itu ada, tidak dapat membenarkan kesalahan bawahan. Manakala hal tersebut dijadikan landasan penalaran maka berarti lari ke hal yang tidak relevan.
B.MANFAAT BAGI PEMBACA
Manfaat yang saya dapatkan darai hail membaca buku ini sangat luar biasa banyak sekali. Manfaatnya adalah saya dapat memahami bagaimana peran logak dalam kehidupan kita sehari-hari. Terutama saat saya berinterksi di lingkungan masih banya saya salah mengunakan logika, akan tetapisetelah saya membaca buku ini saya jadi tahu bagaiman saya harus menggunakan logika dalam bergaul di masyarakat.
Dari buku ini saya juga jadi lebih banyak tahu bahwa hal-hal yang sepelepun harus bisa kita logikan sehingga kita jadi terbiasa berpikir sistematis walau dalam hal sekecil apapun bentuknya. Dari hasil pikiran yang sistematis saya jadi mencari pokok permaslahan yang sedang saya hadapi, sehingga saya tahu solusi apa yang tepat untuk saya gunakan dalam masalah tersebut.
Dalam buku ini di beberkan bagaimana logakakan semua permasalahn yang kita hadapi sehingga kita menjadi mudah untuk menjawab sebuah permasalahan yang kita hadapi dan memahami lagka-langka apa yang harus kita terapkan dalam masalah tersebut. Saya juga dapat memahmi apa itu logika, bagimana cara kerja logika yang benar serta pedoman kerja logika itu sendri.
Selain dari banyak hal diatas saya juga dapat memahmi apa itu pengertian dan apa itu perkatan. Dari buku ini juga memahami bagaimana cara menyimpulkan yang baik agar pokok permasalahnya dapat di simpilkan dengan benar. Walaupun tidak secara sempurna saya memahmi buku ini, tapi saya sudah belajar banyak ari buku ini.
C.KOMENTAR KRISTIS
Kelebihan
Buku ini menggunakan bahasa yang sederhana karena bahasa buku ini muda di mengerti oleh mahasiwa/i. Dalam pemaparanya buku ini menggunakan banyak contoh-contoh yang mudah di pahami oleh mahsiswa/i. Pemaparan yang sangat jelas dari buku yang mengunakan banyak contoh-contoh yang mudah di pahami sehingga mahasiswa/I lebih cpat mengerti isi yang di kandung buku tersebut.
Dalam buku ini pada setiap babnya di sediakan latihan-latihan yang dapat menuntun pembaca untuk lebih memahami isi buku tersebut. Dengan banyaknya latihan maka pembaca buku ini akan di pandu untuk lebih cepat memahami isi buku ini.
Kekurangan
Buku ini walaupun sudah banyak kelebihanya akan tetapi masih ada kekuaranganya, kekurangan buku ini terletak pada pembahasan buku yang berbelit cara penyampain yang tidak lagsung sehingga membuat pembaca bingung dalam menagkap intisari yang di kandung ataupun maksud yang ingin di sampaikan oleh si penulis kepada pembaca. Walupun sudah di sajikan dengan bahasa yang sederhana masih saja sulit untuk di pahami seutuhnya oleh pembaca karena pembahasan buku yang di sebelumya sudah di bahas nanti di bahas lagi pada bab selanjutnya, sehingga memahami suatu materi tidak berurutan.


D.KESIMPULAN
Dalam makalah yang sederhana ini dapat saya simpulkan membahas logika ilmu menalar. Logika adalah ilmu dan kecakapan berpenalaran, berpikir dengan tepat. Dalam logika ada dua cara berpikir yaitu secara induksi dan deduksi. Pada bab kedua buku ini membahas ‘pengertian dan perkataan’, dalam pembahasan ini kita akan memgetahui apa itu kata, kata adalah tanda lahi yang menunjukkan baik barang-barang baik pengertian-pengertian kita tentang barang tersebut. Kita juga akan mengetahui apa itu term, term adalah bagian dari suatu kalimat yang berfungsi sebagai ( Sdan P).

Tidak ada komentar: