BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Alasan Memilih Tema Ini
Saat ini televisi termasuk dalam kategori barang
kebutuhan pokok dalam masyarakat, semua masyarakat dapat memiliki televisi
dengan mudah dan dengan harga yang bisa dikatakan “murah” dibanding di beberapa
waktu sebelumnya. Dari televisi ini nantinya masyarakat akan memperoleh
tayangan-tayangan yang dapat menghibur atau memberikan informasi seperti yang
diharapkan dan dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.
Sebuah acara di televisi dapat disaksikan oleh jutaan
manusia secara bersamaan. Survei International Foundation for Election System
(IFES) mengungkapkan, 85 persen masyarakat Indonesia memperoleh informasi dari
televisi. Sedangkan menurut Media Index Wave 2005, televisi dikonsumsi 92
persen masyarakat Indonesia, mengalahkan suratkabar yang cuma 28 persen dan
majalah dengan 19 persen. Jangkauan pemirsa sudah mencapai ke seluruh pelosok
nusantara[1].
Membaca riset dari kompas.com, penonton sinetron
mengalami peningkatan 51%, dari rata-rata 969 ribu orang pada kuartal pertama
tahun 2010 menjadi 1,4 juta orang pada periode tahun 2011. Terkesan bahwa
pemain dibalik layar sinetron sangatlah egois, hanya mengejar rating penonton
dan mendapatkan iklan yang banyak kemudian mendapat uang yang banyak pula[2].
Berbagai tayangan dapat hadir di layar televisi anda
saat ini, baik tayangan yang nantinya memberikan nilai positif atau bahkan
sebaliknya (negatif). Begitu juga dengan tayangan informasi yang disajikan oleh
televisi tidak semua kategori informasi itu baik untuk kita lihat terutama oleh
anak dibawah umur yang tidak didampingi orang tua,contohnya tayangan seperti;
Buser, Sergap, Patroli dimana tayangan ini berisi informasi mengenai kejadian
tindak kriminal, dalam tayangan tidak ada sensor untuk suatu kejadian semua
ditayangkan secara utuh, sehingga bagi mereka yang tidak paham betul akan
tayangan ini akan membawa dampak buruk (secara tidak langsung akan menginspirasi
mereka untuk melakukan tindakan seperti apa yang mereka lihat).
Begitu juga dengan fenomena tayangan hiburan yang
begitu marak menghiasi layar televisi kita dengan istilah yang kita kenal yaitu
sinetron (sinema elektronik) atau di luar negeri lebih dikenal dengan istilah
opera sabun (heavy soap opera)[3]. Dalam
cerita sinetron banyak diangkat tentang pertengkaran suami istri dalam rumah
tangga karena hal-hal yang sangat sepele. Banyak juga cerita tentang
pertselingkuhan suami ataupun istri sehingga untuk menyelesaikanya harus dengan
berantam ataupun dengan perceraian.
Para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan
menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi adalah dunia senyatanya. Program
acara sinetron yang diputar televisi swasta Indonesia saat ini nyaris seragam,
masing-masing sinetron tersebut membahas konflik suami istri, dan lain-lain. Para
pecandu berat televisi akan mengatakan bahwa di masyarakat sekarang banyak
terjadi gejala yang sama dengan apa yang digambarkan dalam sinetron di televisi.
Pendapat itu mungkin tidak salah, tapi terlalu menggeneralisasi ke semua
lapisan masyarakat.
Hal ini menjadi tangung jawa kita semua terutama
pemerintah mengenai kebijakannya untuk membenahi aturan yang berlaku mengenai
tanyangn sinetron. Pemrintah harus benar-benar memperhatikan karena tanyangn
sinetron dapat mempengaruhi kehidupan social masyarakat terutama masyarakat
kelas bawah dan menegah yang menjadi konsumsi utama sinetron. Seharusnya
pemerintah dapat belajar dari masa lalu akan sinetron, sinetron harus ditata
dan diatur juga. Fungsi pendidikan harus digarisbawahi, agar masyarakat dapat
mencerna apa yang mereka lihat dan menjadi inspirasi bagi kehidupannya.
Indonesia sebagai negara welfare state yang dapat
mengurusi atau ikut mencampuri kehidupan rakyatnya agar lebih baik maka
pemerintah seharusnya tegas membuat aturan dan membentuk identitas media
televisi terutama sinetron. Memang sekarang jaman serba bebas, tetapi bebas tak
beraturan juga akan menimbulkan kebobrokan disana-sini, seharusnya kebebasan
ditunggangi dengan rasa tanggung
1.2 Tema
Makalah ini bertema “Peran
Tayangan Sinetron Terhadap Peningkatan Kekerasan Dalam Rumah Tangga”
1.3 Perumusan masalah
a) Apakah
tayangan sinetron dapat merubah pola pikir masyarakat yang menontonya?
b) Seberapa
besarkah pengaruh sinetron terhadap peningkatan Kekerasan Dalam Rumah Tangga?
1.4 Tujuan
a) Makalah
ini di buat bertujuan untuk memahami dampak-dampak sinetron terhadap
penontonya.
b) Memahmi
bagaimana proses pnigkatan KDRT yang di akibatkan oleh sinetron.
BAB II PEMBAHASA
II.1 Temuan Permasalahan
Televisi
merupakan media komunikasi paling efektif untuk menyampaikan pesan dan
mempengaruhi orang lain. Jika mengamati setiap keluarga yang ada, maka salah
satu barang pokok yang ada di setiap keluarga adalah televisi. Saat ini, hampir
seluruh keluarga memiliki televisi. Dengan kata lain, akses informasi melalui
televisi mampu diterima oleh hampir setiap keluarga yang memiliki televisi.
Acara
yang mendominasi di stasiun televisi adalah sinetron kecuali stasiun tv yang
memiliki genre khusus seperti Metro TV. Secara umum, hampir sebagian besar slot
waktu stasiun TV didominasi oleh sinetron. Mulai dari prime time atau waktu
yang menjadi waktu utama hingga pagi hari ketika aktivitas luar rumah tinggi.
Waktu utama tayangan televisi pun semakin lebar. Jika beberapa tahun yang lalu
waktu utama siaran televisi sekitar pukul 19.00 s.d 21.00 tetapi sekarang
menjadi 18.00 s.d 23.00. Seperti yang dikutip dari ungkapan Marketing and
Communication Execuitve AGB Nielsen, Andini. Indikasi utama adalah acara-acara
yang memiliki rating tinggi berada di waktu utama tersebut. Sebuah stasiun
televisi swasta nasional ada yang memiliki slot waktu tayang sinetron dalam
sehari mencapai 7 jam. Waktu penayangannya pun berada di waktu utama, yakni
pukul 18.00 s.d 22.00 malam. Jika kita mendefinisikan waktu utama sebagai waktu
potensi paling besar pemirsa menyaksikan tayangan maka demikian tinggi
penghargaan terhadap sinetron.
Penayangan
sinetron di waktu utama memiliki berbagai implikasi terhadap masyarakat.
Penonton disuguhkan dengan tayangan sinetron di waktu mereka memiliki
kesempatan untuk menyaksikan televisi baik secara individu maupun bersama
keluarga. Sehingga mungkin sekali sinetron untuk mencapai rating tinggi.
Hampir
semua stasiun televisi berlomba untuk memproduksi sinetron yang bekerja sama
dengan production House. Tingkat persaingan antar stasiun televisi pun semakin
ketat. Ada beberapa faktor yang mendorong lakunya permintaan terhadap tayangan
sinetron. Faktor tersebut diantaranya adalah daya tarik cerita dan tokoh cerita
yang digemari. Sedangkan ketertarikan stasiun swasta untuk memproduksi sinetron
didorong permintaan dan daya jual tinggi dengan biaya murah. Jika mengamati
cerita yang disuguhkan, relatif tidak ada perubahan dari satu sinetron ke
sinetron yang lain.
Setiap
orang jika ditanya apakah sinetron kebanyakan di Indonesia dapat mempengaruhi
pola pikir seseorang, maka jawabannya pasti tergantung cara pikir orang
tersebut. Ini cuma sekedar hiburan. Kalau orang yang berpikiran kolot dan kuno
akan menganggap sinetron tidak mendidik, contoh yang tidak baik. Benarkan
demikian, mari kita analisa bareng-bareng. Kondisi kontent sinetron Indonesia
Saat
ini yang ciri khas disemua stasiun tv yang menayangkan sinetron yang berbau
pertengkaran antara suami dan istri sehigga menimbulkan pertengkaran dan
perceraian dalam rumah tangga. Dalam sinetron itu si jahat punya segudang
rencana jahat. Main tampar, pukul, marah-marah, beradu mulut, dendam, muka
licik adalah warna utama sinetron Indonesia. Hanya satu dua saja yang tanpa
warna tersebut.
Lantas
nilai apa yang diperoleh oleh ibu rumah tangga yang menyaksikan tayangan
sinetron glamour dan gemerlap penuh kemewahan sedangkan kondisi ekonomi mereka
berbeda jauh dari tayangan tersebut. Alhasil muncul sikap kontraproduktif dari
pemirsa bahkan justru mendorong budaya konsumerisme. Keadaan inilah yang akan
memicu kekerasan dalam rumah tangga akibat keadaan ekonomi yang pas-pasan tapi
mengiginkan kehidupan seperti orang kaya akhirnya mereka selalu merasa
kekurangan dan selalu menuntut kepada suami untuk bekerja keras mencari uang
karena tekanan ini timbulah pertengkaran dalam rumah tangga karena masalah
ekonomi.
KDRT
di Indonesia[4], Sepanjang
tahun 2006 angka Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia dipastikan
meningkat dibandingkan dengan tahun 2005. Temuan ini tentu saja cukup
mengejutkan, mengingat telah diratifikasikannya UU No 23 Tahun 2004 tentang
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Komnas
Perempuan dan Yayasan Mitra Perempuan melaporkan hasil penelitian mereka
tentang kondisi KDRT di Indonesia. Komnas perempuan mencatat jumlah sejak tahun
2001 terdapat 3.169 kasus KDRT. Jumlah itu meningkat 61% pada tahun 2002 (5.163
kasus). Pada 2003, kasus meningkat 66% menjadi 7.787 kasus, lalu 2004 meningkat
56% (14.020) dan 2005 meningkat 69% (20.391 kasus). Pada 2006 penambahan
diperkirakan 70%. Mitra Perempuan mencatat perempuan yang mengalami kekerasan
psikis menduduki urutan pertama kekerasan dalam rumah tangga. Urutan
selanjutnya, perempuan yang mengalami kekerasan fisik sebanyak 63,99 persen,
perempuan yang ditelantarkan ekonominya sebanyak 63,69 persen, kekerasan
seksual sebanyak 30,95 persen.
Menurut
Purnianti (Kriminolog UI dan anggota Mitra Perempuan) korban kekerasan yang
mengalami kekerasan fisik, kemungkinan mengalami gangguan psikis. Dalam
penelitiannya, ditemukan bahwa 9 dari 10 perempuan yang mengalami kekerasan
fisik mengalami gangguan mental. Mitra Perempuan juga mengungkapkan, pelaku
kekerasan dalam rumah tangga itu sebagian besar dilakukan suami atau mantan
suami, yakni mencapai 79,76 persen. Sedangkan 4,95 persen perempuan yang
mengalami kekerasan adalah anak-anak di bawah umur atau 18 tahun ke bawah
(Kompas, 26 Desember 2006). Hampir 52% pelaku adalah suami, 23% karena tekanan
ekonomi, sisanya karena pertengkaran, pemabok dan pelaku narapidana.
Rekomendasi yang diberikan Mitra perempuan antara lain adalah penyadaran dan
sosialisasi kepada masyarakat bahwa KDRT bukanlah sekedar persoalan internal
rumah tangga, tetapi adalah perilaku kriminal dan harus diadukan ke polisi.
Selain itu perlu dilakukan pendidikan publik mengenai kekerasan dalam rumah
tangga dan pendidikan itu difokuskan pada perempuan.
II.2 Solusi
Permasalahan
ini dapat di selesaiakan apabila pemrintah menata ulang mengenai hukum tentang
perfileman di indonesia, yaitu undanng-undang penyiaran. Aturan penyiaran yang
longgar membuat orang-orang banyak memproduksi sinetron karena bisnis dan
keuntungan tampa melihat akibat dari tayangan sinetron tersebut. Apabila
berurusan dengan hukum maka pekerja social melakukan advokasi kepada
pemirintah, dan mengontrol perjalanan Udang-udang penyiaran. Sehingga sinetron
yang di siarkan mengedepankan budaya yang positif terhadap masyarakat.
Pemirintah
dan kita semua harus melakukan penyuluhan-penyuluhan kemasyarakat untuk
memberikan pemahaman tentang sinetron. Sehingga masyarakat bisa memiulih mana
tontonan yang baik buat mereka menurut budaya ketimuran.
II.3 Teori Dan Contoh Kasus
II.3.1 Teori
Teori imitasi[5],
teori ini merupakan teori yang didapat dari perercobaan Skinner dan Watson,
yaitu teori imitasi yang diutarakan oleh Bandura, dan teori pendidikan terutama
yang berkaitan dengan motivasi dan kesulitan belajar. Imitasi atau meniru
adalah suatu proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang
dilakukan oleh model dengan melibatkan indera sebagai penerima rangsang dan
pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari rangsang dengan
kemampuan aksi untuk melakukan gerakan motorik. Proses ini melibatkan kemampuan
kognisi tahap tinggi karena tidak hanya melibatkan bahasa namun juga pemahaman
terhadap pemikiran orang lain.
Imitasi
saat ini dipelajari dari berbagai sudut pandang ilmu seperti psikologi, neurologi,
kognitif, kecerdasan buatan, studi hewan (animal study), antropologi, ekonomi,
sosiologi dan filsafat. Hal ini berkaitan dengan fungsi imitasi pada
pembelajaran terutama pada anak, maupun kemampuan manusia untuk berinteraksi
secara sosial sampai dengan penurunan budaya pada generasi selanjutnya.
Teori
jarum hipodermik[6]
Teori ini mengasumsikan bahwa para pengelola media dianggap sebagai orang yang
lebih pintar dibanding pemirsa (audience).Akibatnya, pemirsa (audience) bisa
dikelabui sedemikian rupa dari apa yang disiarkannya.Teori ini mengasumsikan
media massa mempunyai pemikiran bahwa audience bisa ditundukkan sedemikian rupa
atau bahkan bisa dibentuk dengan cara apa pun yang dikehendaki
media.Intinya,sebagaimana dikatakan oleh Jason dan Anne Hill (1997), media
massa dalam Teori Jarum Hipodermik mempunyai efek langsung “disuntikkan” ke
dalam ketidaksadaran audience.
Berbagai
perilaku yang diperlihatkan televisi dalam adegan filmnya atau sinetron memberi
rangsangan masyarakat untuk menirunya.Padahal semua orang tahu bahwa apa yang
disajikan itu semua bukan yang terjadi sebenarnya.Akan tetapi, karena begitu
kuatnya pengaruh televisi, penonton tidak kuasa untuk melepaskan diri dari
keterpengaruhan itu.
Teori kultivasi[7],
menurut Teori Kultivasi, televisi menjadi alat atau alat utama dimana para
penonton televisi belajar tentang masyarakat dan kultur di
lingkungannya.Persepsi apa yang terbangun di benak penonton tentang masyarakat
dan budaya sangat ditentukan oleh televisi.Ini artinya, melalui kontak penonton
dengan televisi, ia belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya,
serta adat kebiasaannya.
Gerbner
berpendapat bahwa, media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu.Media pun
kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan nilai itu antar anggota
masyarakat kemudian mengikatnya bersama-sama pula.Dengan kata lain, media
mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton meyakininya.Jadi, para pecandu
televisi akan memiliki kecendrungan sikap yang sama satu sama lain.
Teori agenda setting[8]
Dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw, mereka mengatakan, bahwa:
Jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka ia akan mempengaruhi
khalayak untuk menganggapnya penting. Pada teori ini, media tidak menentukan “what to think” ,tetapi “what to think about”. Teori ini terdiri
atas asumsi bahwa media atau pers “does
not reflect reallity, but rether filters and shapes it much as a caleidoscope
filters and shape it”.Dari sekian peristiwa dan kenyataan sosial yang
terjadi, media massa memilih dan memilahnya berdasarkan kategori tertentu, dan
menyampaikan kepada khalayak_dan khalayak menerima bahwa hal tersebut adalah
penting.
II.3.2 Contoh Kasus
Istri Potong Kemaluan Suami[9],
TEMPO Interaktif, Jakarta - Perasaan cemburu Erlia, 32 tahun, pada suaminya Astiu,
35 tahun, sudah memuncak. Saat tidur, ia memotong kemaluan sang suami Senin
(7/3). “Astiu berteriak minta tolong sehingga mengundang perhatian warga
sekitarnya,” kata Kepala Kepolisian Resor Donggala Ajun Komisaris Besar I
Nengah Subagiai.
Subagiai mengatakan, Astiu menjerit
karena rasa sakit dan darah yang mengucur. Teriakannya membuat tetangganya
berhambur menuju ruamah Astiu di Labuan Induk, Kecamatan Labuan, Kabupaten
Donggala, Sulwesi Tengah. Warga kemudian membawa Astiu ke Rumah Sakit Umum Madani,
Kelurahan Mamboro, Palu Utara. Ia menjalani operasi.
Kepala Kepolisian Sektor Labuan Ajun
Komisaris Andi Mappaimang korban kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Anutapura
Palu. Luka yang diderita Astiu cukup parah. Ia harus dioperasi. "Waktu di
RS Madani itu, korban mendapat 10 jahitan di bagian kemaluannya." Polisi
masih memeriksa korban dan pelaku untuk dimintai keterangan terkait
penganiayaan tersebut. Namun polisi masih belum memastikan motif dari Erlia.
"Dugaan kami tidak jauh dari urusan perempuan," kata I Nengah. Erlia
kini ditahan di Markas Kepolisian Sektor Labuan. "Istri korban telah
berstatus tersangka dan ditahan."
Diduga Jaksa “Masuk Angin”, Pelaku
KDRT Dituntut 2 Tahun[10],
Sidang lanjutan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kembali digelar di
Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat dengan terdakwa Amiauw alias Muhamad Hanafi,
agenda sidang yang membacakan tuntutan mendapat sorotan dari berbagai kalangan,
pasalnya pelaksanaan sidang ini dinilai banyak kejanggalan. Setelah mangkir
beberapa kali Jaksa Penuntut Umum dalam bacaan tuntutannya menilai dan
menimbang bahwa terdakwa tidak menyesali perbuatannya dan yang meringankan
terdakwa selama ini tidak pernah dihukum, untuk itu terdakwa di tuntut dengan
hukuman 2 tahun penjara dan dipotong masa tahanan.
Menanggapi tuntutan jaksa, keluarga
korban kecewa karena apa yang dilakukan terdakwa tidak seimbang dengan hukuman
yang dijatuhkan, pasalnya selain korban menderita secara pisik korban juga
sudah menderita secara psikis. Menurut Solihin HD kuasa hukum korban, harusnya
pelaku dijerat dengan pasal 44, 45 dan 46 UU RI No.23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, “inilah kenyataan hukum di negara
kita, sudah jelas-jelas korban menderita, pelaku dituntut hanya 2 tahun belum
nanti dikurangi masa tahanan dan lain-lain, saya rasa jaksa harus melihat
dengan jeli kasus ini” ujarnya
Menurut sumber yang tak mau disebut
namanya, ada “sidang dibawah meja” antara pelaku, jaksa dan panitera untuk
meringankan jeratan dan hukuman pelaku, smuanya sudah dirancang sedemikian rupa
agar terlihat biasa saat tampil di depan umum, ya layaknya sinetron”
ungkapnya.Korban pun merasa kawatir dengan tuntutan jaksa, karena pelaku pernah
mengancam akan membunuh korban jika nanti bebas, “saya takut mas, terus terang
saya masih trauma dengan semua kejadian itu” ujar vera. Sidang KDRT yang
digelar di pengadilan negeri Jakarta pusat ini cukup mendapat perhatian, selain
dari komas perempuan dan perlindungan anak serta dari LSM yang konsen terhadap
kaum hawa pun memantau jalannya persidangan.
BAB III PENUTUP
Persinetronan
Indonesia masih belum memiliki identitas, masih terlalu melihat pasar daripada
mementingkan nilai-nilai bijak yang akan disampaikan. Padahal media televisi
merupakan media paling efektif dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat,
karena visual akan mudah ditangkap dan dicerna oleh penontonnya. Tak ada pesan
yang mereka sampaikan, hanya masalah keluarga, tak ada pesan terselubung untuk
mendidik masyarakat menjadi lebih baik. Orang-orang yang menonton sinetron
sekarang akan “dicuci otaknya” bahwa kehidupan adalah cinta, masalah keluarga,
dan perkelahian sinis antar orang.
Tayangan
sinetron telah mencuci otak masyarakat
atau telah mengubah pola pikir masyarakat. Banyak oarng-orang yang tidak
memiliki kemampuan secara ekonomi, setelah dididik oleh sinetron gaya hidup
mereka sudah seperti sinetron, perkelahian yang terjadi dalam rumah tangga
anatar susmi dan istri ya ng akhiornya menimbulkan p;erceraian atau yang lebih sadisnya adalah pembunuhan oleh
suami ataupun oleh istri.
Tayangan
sinetron juga memberikan peran juga terhadap penigkatan kekerasan dalam trumah
tangga. Bagi orang yang tidak mengerti akan m mempraktekan apa yang dilihatnya
di dalam sinetron ke dunia nyata. Terlalu mendramatisir sinetron membuat orang
bertingkah laku layaknya sinetron di dunia nyata. Kasus kekerasan dalam rumah
tangga semakin meningkat taiapa tahunya.
[1] http://bobby86.wordpress.com/2009/02/10/sinetron-dan-dampak-yang-ditimbulkannya
[2]
Kompas.com
[3] http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/10/07/125905/Tayangan-Televisi-Picu-KDRT
[4] http://www.fahmina.or.id/artikel-a-berita/mutiara-arsip/651-kdrt-banyak-terjadi-di-sekitar-kita.html
[5]Rahmat,
Jalaluddin, Psikologi Komunikasi
[6] http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/10/07/125905/Tayangan-Televisi-Picu-KDRT
[7] http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/10/07/125905/Tayangan-Televisi-Picu-KDRT
[8] http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/10/07/125905/Tayangan-Televisi-Picu-KDRT
[9] http://www.tempo.co/read/news/2011/03/07/179318295/Istri-Potong-Kemaluan-Suami
[10] http://hukum.kompasiana.com/2011/11/09/diduga-jaksa-%E2%80%9Cmasuk-angin%E2%80%9D-pelaku-kdrt-dituntut-2-tahun/
1 komentar:
Sinetron dapat meracuni generasi muda, dan sinetron penuh dengan rekayasa.
Posting Komentar