AKTIVIS RELAWAN MAHASISWA INDONESIA

TMII

TMII

Kamis, 14 Juni 2012

KENAPA SINETRON SANGAT BERBAHAYA


BAB 1 PENDAHULUAN


1.1 Alasan Memilih Tema Ini

Saat ini televisi termasuk dalam kategori barang kebutuhan pokok dalam masyarakat, semua masyarakat dapat memiliki televisi dengan mudah dan dengan harga yang bisa dikatakan “murah” dibanding di beberapa waktu sebelumnya. Dari televisi ini nantinya masyarakat akan memperoleh tayangan-tayangan yang dapat menghibur atau memberikan informasi seperti yang diharapkan dan dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.
Sebuah acara di televisi dapat disaksikan oleh jutaan manusia secara bersamaan. Survei International Foundation for Election System (IFES) mengungkapkan, 85 persen masyarakat Indonesia memperoleh informasi dari televisi. Sedangkan menurut Media Index Wave 2005, televisi dikonsumsi 92 persen masyarakat Indonesia, mengalahkan suratkabar yang cuma 28 persen dan majalah dengan 19 persen. Jangkauan pemirsa sudah mencapai ke seluruh pelosok nusantara[1].
Membaca riset dari kompas.com, penonton sinetron mengalami peningkatan 51%, dari rata-rata 969 ribu orang pada kuartal pertama tahun 2010 menjadi 1,4 juta orang pada periode tahun 2011. Terkesan bahwa pemain dibalik layar sinetron sangatlah egois, hanya mengejar rating penonton dan mendapatkan iklan yang banyak kemudian mendapat uang yang banyak pula[2].

Berbagai tayangan dapat hadir di layar televisi anda saat ini, baik tayangan yang nantinya memberikan nilai positif atau bahkan sebaliknya (negatif). Begitu juga dengan tayangan informasi yang disajikan oleh televisi tidak semua kategori informasi itu baik untuk kita lihat terutama oleh anak dibawah umur yang tidak didampingi orang tua,contohnya tayangan seperti; Buser, Sergap, Patroli dimana tayangan ini berisi informasi mengenai kejadian tindak kriminal, dalam tayangan tidak ada sensor untuk suatu kejadian semua ditayangkan secara utuh, sehingga bagi mereka yang tidak paham betul akan tayangan ini akan membawa dampak buruk (secara tidak langsung akan menginspirasi mereka untuk melakukan tindakan seperti apa yang mereka lihat).
Begitu juga dengan fenomena tayangan hiburan yang begitu marak menghiasi layar televisi kita dengan istilah yang kita kenal yaitu sinetron (sinema elektronik) atau di luar negeri lebih dikenal dengan istilah opera sabun (heavy soap opera)[3]. Dalam cerita sinetron banyak diangkat tentang pertengkaran suami istri dalam rumah tangga karena hal-hal yang sangat sepele. Banyak juga cerita tentang pertselingkuhan suami ataupun istri sehingga untuk menyelesaikanya harus dengan berantam ataupun dengan perceraian.
Para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi adalah dunia senyatanya. Program acara sinetron yang diputar televisi swasta Indonesia saat ini nyaris seragam, masing-masing sinetron tersebut membahas konflik suami istri, dan lain-lain. Para pecandu berat televisi akan mengatakan bahwa di masyarakat sekarang banyak terjadi gejala yang sama dengan apa yang digambarkan dalam sinetron di televisi. Pendapat itu mungkin tidak salah, tapi terlalu menggeneralisasi ke semua lapisan masyarakat.
Hal ini menjadi tangung jawa kita semua terutama pemerintah mengenai kebijakannya untuk membenahi aturan yang berlaku mengenai tanyangn sinetron. Pemrintah harus benar-benar memperhatikan karena tanyangn sinetron dapat mempengaruhi kehidupan social masyarakat terutama masyarakat kelas bawah dan menegah yang menjadi konsumsi utama sinetron. Seharusnya pemerintah dapat belajar dari masa lalu akan sinetron, sinetron harus ditata dan diatur juga. Fungsi pendidikan harus digarisbawahi, agar masyarakat dapat mencerna apa yang mereka lihat dan menjadi inspirasi bagi kehidupannya.
Indonesia sebagai negara welfare state yang dapat mengurusi atau ikut mencampuri kehidupan rakyatnya agar lebih baik maka pemerintah seharusnya tegas membuat aturan dan membentuk identitas media televisi terutama sinetron. Memang sekarang jaman serba bebas, tetapi bebas tak beraturan juga akan menimbulkan kebobrokan disana-sini, seharusnya kebebasan ditunggangi dengan rasa tanggung

 

1.2 Tema


Makalah ini bertema Peran Tayangan Sinetron Terhadap Peningkatan Kekerasan Dalam Rumah Tangga”

1.3 Perumusan masalah


a)      Apakah tayangan sinetron dapat merubah pola pikir masyarakat yang menontonya?
b)      Seberapa besarkah pengaruh sinetron terhadap peningkatan Kekerasan Dalam Rumah Tangga?

1.4 Tujuan


a)      Makalah ini di buat bertujuan untuk memahami dampak-dampak sinetron terhadap penontonya.
b)      Memahmi bagaimana proses pnigkatan KDRT yang di akibatkan oleh sinetron.

BAB II PEMBAHASA

II.1 Temuan Permasalahan

Televisi merupakan media komunikasi paling efektif untuk menyampaikan pesan dan mempengaruhi orang lain. Jika mengamati setiap keluarga yang ada, maka salah satu barang pokok yang ada di setiap keluarga adalah televisi. Saat ini, hampir seluruh keluarga memiliki televisi. Dengan kata lain, akses informasi melalui televisi mampu diterima oleh hampir setiap keluarga yang memiliki televisi.
Acara yang mendominasi di stasiun televisi adalah sinetron kecuali stasiun tv yang memiliki genre khusus seperti Metro TV. Secara umum, hampir sebagian besar slot waktu stasiun TV didominasi oleh sinetron. Mulai dari prime time atau waktu yang menjadi waktu utama hingga pagi hari ketika aktivitas luar rumah tinggi. Waktu utama tayangan televisi pun semakin lebar. Jika beberapa tahun yang lalu waktu utama siaran televisi sekitar pukul 19.00 s.d 21.00 tetapi sekarang menjadi 18.00 s.d 23.00. Seperti yang dikutip dari ungkapan Marketing and Communication Execuitve AGB Nielsen, Andini. Indikasi utama adalah acara-acara yang memiliki rating tinggi berada di waktu utama tersebut. Sebuah stasiun televisi swasta nasional ada yang memiliki slot waktu tayang sinetron dalam sehari mencapai 7 jam. Waktu penayangannya pun berada di waktu utama, yakni pukul 18.00 s.d 22.00 malam. Jika kita mendefinisikan waktu utama sebagai waktu potensi paling besar pemirsa menyaksikan tayangan maka demikian tinggi penghargaan terhadap sinetron.
Penayangan sinetron di waktu utama memiliki berbagai implikasi terhadap masyarakat. Penonton disuguhkan dengan tayangan sinetron di waktu mereka memiliki kesempatan untuk menyaksikan televisi baik secara individu maupun bersama keluarga. Sehingga mungkin sekali sinetron untuk mencapai rating tinggi.
Hampir semua stasiun televisi berlomba untuk memproduksi sinetron yang bekerja sama dengan production House. Tingkat persaingan antar stasiun televisi pun semakin ketat. Ada beberapa faktor yang mendorong lakunya permintaan terhadap tayangan sinetron. Faktor tersebut diantaranya adalah daya tarik cerita dan tokoh cerita yang digemari. Sedangkan ketertarikan stasiun swasta untuk memproduksi sinetron didorong permintaan dan daya jual tinggi dengan biaya murah. Jika mengamati cerita yang disuguhkan, relatif tidak ada perubahan dari satu sinetron ke sinetron yang lain.
Setiap orang jika ditanya apakah sinetron kebanyakan di Indonesia dapat mempengaruhi pola pikir seseorang, maka jawabannya pasti tergantung cara pikir orang tersebut. Ini cuma sekedar hiburan. Kalau orang yang berpikiran kolot dan kuno akan menganggap sinetron tidak mendidik, contoh yang tidak baik. Benarkan demikian, mari kita analisa bareng-bareng. Kondisi kontent sinetron Indonesia
Saat ini yang ciri khas disemua stasiun tv yang menayangkan sinetron yang berbau pertengkaran antara suami dan istri sehigga menimbulkan pertengkaran dan perceraian dalam rumah tangga. Dalam sinetron itu si jahat punya segudang rencana jahat. Main tampar, pukul, marah-marah, beradu mulut, dendam, muka licik adalah warna utama sinetron Indonesia. Hanya satu dua saja yang tanpa warna tersebut.
Lantas nilai apa yang diperoleh oleh ibu rumah tangga yang menyaksikan tayangan sinetron glamour dan gemerlap penuh kemewahan sedangkan kondisi ekonomi mereka berbeda jauh dari tayangan tersebut. Alhasil muncul sikap kontraproduktif dari pemirsa bahkan justru mendorong budaya konsumerisme. Keadaan inilah yang akan memicu kekerasan dalam rumah tangga akibat keadaan ekonomi yang pas-pasan tapi mengiginkan kehidupan seperti orang kaya akhirnya mereka selalu merasa kekurangan dan selalu menuntut kepada suami untuk bekerja keras mencari uang karena tekanan ini timbulah pertengkaran dalam rumah tangga karena masalah ekonomi.
KDRT di Indonesia[4], Sepanjang tahun 2006 angka Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia dipastikan meningkat dibandingkan dengan tahun 2005. Temuan ini tentu saja cukup mengejutkan, mengingat telah diratifikasikannya UU No 23 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Komnas Perempuan dan Yayasan Mitra Perempuan melaporkan hasil penelitian mereka tentang kondisi KDRT di Indonesia. Komnas perempuan mencatat jumlah sejak tahun 2001 terdapat 3.169 kasus KDRT. Jumlah itu meningkat 61% pada tahun 2002 (5.163 kasus). Pada 2003, kasus meningkat 66% menjadi 7.787 kasus, lalu 2004 meningkat 56% (14.020) dan 2005 meningkat 69% (20.391 kasus). Pada 2006 penambahan diperkirakan 70%. Mitra Perempuan mencatat perempuan yang mengalami kekerasan psikis menduduki urutan pertama kekerasan dalam rumah tangga. Urutan selanjutnya, perempuan yang mengalami kekerasan fisik sebanyak 63,99 persen, perempuan yang ditelantarkan ekonominya sebanyak 63,69 persen, kekerasan seksual sebanyak 30,95 persen.
Menurut Purnianti (Kriminolog UI dan anggota Mitra Perempuan) korban kekerasan yang mengalami kekerasan fisik, kemungkinan mengalami gangguan psikis. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa 9 dari 10 perempuan yang mengalami kekerasan fisik mengalami gangguan mental. Mitra Perempuan juga mengungkapkan, pelaku kekerasan dalam rumah tangga itu sebagian besar dilakukan suami atau mantan suami, yakni mencapai 79,76 persen. Sedangkan 4,95 persen perempuan yang mengalami kekerasan adalah anak-anak di bawah umur atau 18 tahun ke bawah (Kompas, 26 Desember 2006). Hampir 52% pelaku adalah suami, 23% karena tekanan ekonomi, sisanya karena pertengkaran, pemabok dan pelaku narapidana. Rekomendasi yang diberikan Mitra perempuan antara lain adalah penyadaran dan sosialisasi kepada masyarakat bahwa KDRT bukanlah sekedar persoalan internal rumah tangga, tetapi adalah perilaku kriminal dan harus diadukan ke polisi. Selain itu perlu dilakukan pendidikan publik mengenai kekerasan dalam rumah tangga dan pendidikan itu difokuskan pada perempuan.

II.2 Solusi

Permasalahan ini dapat di selesaiakan apabila pemrintah menata ulang mengenai hukum tentang perfileman di indonesia, yaitu undanng-undang penyiaran. Aturan penyiaran yang longgar membuat orang-orang banyak memproduksi sinetron karena bisnis dan keuntungan tampa melihat akibat dari tayangan sinetron tersebut. Apabila berurusan dengan hukum maka pekerja social melakukan advokasi kepada pemirintah, dan mengontrol perjalanan Udang-udang penyiaran. Sehingga sinetron yang di siarkan mengedepankan budaya yang positif terhadap masyarakat.
Pemirintah dan kita semua harus melakukan penyuluhan-penyuluhan kemasyarakat untuk memberikan pemahaman tentang sinetron. Sehingga masyarakat bisa memiulih mana tontonan yang baik buat mereka menurut budaya ketimuran.   

II.3 Teori Dan Contoh Kasus

II.3.1 Teori

Teori imitasi[5], teori ini merupakan teori yang didapat dari perercobaan Skinner dan Watson, yaitu teori imitasi yang diutarakan oleh Bandura, dan teori pendidikan terutama yang berkaitan dengan motivasi dan kesulitan belajar. Imitasi atau meniru adalah suatu proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan indera sebagai penerima rangsang dan pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari rangsang dengan kemampuan aksi untuk melakukan gerakan motorik. Proses ini melibatkan kemampuan kognisi tahap tinggi karena tidak hanya melibatkan bahasa namun juga pemahaman terhadap pemikiran orang lain.
Imitasi saat ini dipelajari dari berbagai sudut pandang ilmu seperti psikologi, neurologi, kognitif, kecerdasan buatan, studi hewan (animal study), antropologi, ekonomi, sosiologi dan filsafat. Hal ini berkaitan dengan fungsi imitasi pada pembelajaran terutama pada anak, maupun kemampuan manusia untuk berinteraksi secara sosial sampai dengan penurunan budaya pada generasi selanjutnya.
 Teori jarum hipodermik[6] Teori ini mengasumsikan bahwa para pengelola media dianggap sebagai orang yang lebih pintar dibanding pemirsa (audience).Akibatnya, pemirsa (audience) bisa dikelabui sedemikian rupa dari apa yang disiarkannya.Teori ini mengasumsikan media massa mempunyai pemikiran bahwa audience bisa ditundukkan sedemikian rupa atau bahkan bisa dibentuk dengan cara apa pun yang dikehendaki media.Intinya,sebagaimana dikatakan oleh Jason dan Anne Hill (1997), media massa dalam Teori Jarum Hipodermik mempunyai efek langsung “disuntikkan” ke dalam ketidaksadaran audience.
Berbagai perilaku yang diperlihatkan televisi dalam adegan filmnya atau sinetron memberi rangsangan masyarakat untuk menirunya.Padahal semua orang tahu bahwa apa yang disajikan itu semua bukan yang terjadi sebenarnya.Akan tetapi, karena begitu kuatnya pengaruh televisi, penonton tidak kuasa untuk melepaskan diri dari keterpengaruhan itu.

Teori kultivasi[7], menurut Teori Kultivasi, televisi menjadi alat atau alat utama dimana para penonton televisi belajar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya.Persepsi apa yang terbangun di benak penonton tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi.Ini artinya, melalui kontak penonton dengan televisi, ia belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya, serta adat kebiasaannya.
Gerbner berpendapat bahwa, media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu.Media pun kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan nilai itu antar anggota masyarakat kemudian mengikatnya bersama-sama pula.Dengan kata lain, media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton meyakininya.Jadi, para pecandu televisi akan memiliki kecendrungan sikap yang sama satu sama lain.
Teori agenda setting[8] Dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw, mereka mengatakan, bahwa: Jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka ia akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Pada teori ini, media tidak menentukan “what to think” ,tetapi “what to think about”. Teori ini terdiri atas asumsi bahwa media atau pers “does not reflect reallity, but rether filters and shapes it much as a caleidoscope filters and shape it”.Dari sekian peristiwa dan kenyataan sosial yang terjadi, media massa memilih dan memilahnya berdasarkan kategori tertentu, dan menyampaikan kepada khalayak_dan khalayak menerima bahwa hal tersebut adalah penting.

II.3.2 Contoh Kasus


Istri Potong Kemaluan Suami[9], TEMPO Interaktif, Jakarta - Perasaan cemburu Erlia, 32 tahun, pada suaminya Astiu, 35 tahun, sudah memuncak. Saat tidur, ia memotong kemaluan sang suami Senin (7/3). “Astiu berteriak minta tolong sehingga mengundang perhatian warga sekitarnya,” kata Kepala Kepolisian Resor Donggala Ajun Komisaris Besar I Nengah Subagiai.
Subagiai mengatakan, Astiu menjerit karena rasa sakit dan darah yang mengucur. Teriakannya membuat tetangganya berhambur menuju ruamah Astiu di Labuan Induk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, Sulwesi Tengah. Warga kemudian membawa Astiu ke Rumah Sakit Umum Madani, Kelurahan Mamboro, Palu Utara. Ia menjalani operasi.
Kepala Kepolisian Sektor Labuan Ajun Komisaris Andi Mappaimang korban kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Anutapura Palu. Luka yang diderita Astiu cukup parah. Ia harus dioperasi. "Waktu di RS Madani itu, korban mendapat 10 jahitan di bagian kemaluannya." Polisi masih memeriksa korban dan pelaku untuk dimintai keterangan terkait penganiayaan tersebut. Namun polisi masih belum memastikan motif dari Erlia. "Dugaan kami tidak jauh dari urusan perempuan," kata I Nengah. Erlia kini ditahan di Markas Kepolisian Sektor Labuan. "Istri korban telah berstatus tersangka dan ditahan."
Diduga Jaksa “Masuk Angin”, Pelaku KDRT Dituntut 2 Tahun[10], Sidang lanjutan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kembali digelar di Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat dengan terdakwa Amiauw alias Muhamad Hanafi, agenda sidang yang membacakan tuntutan mendapat sorotan dari berbagai kalangan, pasalnya pelaksanaan sidang ini dinilai banyak kejanggalan. Setelah mangkir beberapa kali Jaksa Penuntut Umum dalam bacaan tuntutannya menilai dan menimbang bahwa terdakwa tidak menyesali perbuatannya dan yang meringankan terdakwa selama ini tidak pernah dihukum, untuk itu terdakwa di tuntut dengan hukuman 2 tahun penjara dan dipotong masa tahanan.
Menanggapi tuntutan jaksa, keluarga korban kecewa karena apa yang dilakukan terdakwa tidak seimbang dengan hukuman yang dijatuhkan, pasalnya selain korban menderita secara pisik korban juga sudah menderita secara psikis. Menurut Solihin HD kuasa hukum korban, harusnya pelaku dijerat dengan pasal 44, 45 dan 46 UU RI No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, “inilah kenyataan hukum di negara kita, sudah jelas-jelas korban menderita, pelaku dituntut hanya 2 tahun belum nanti dikurangi masa tahanan dan lain-lain, saya rasa jaksa harus melihat dengan jeli kasus ini” ujarnya
Menurut sumber yang tak mau disebut namanya, ada “sidang dibawah meja” antara pelaku, jaksa dan panitera untuk meringankan jeratan dan hukuman pelaku, smuanya sudah dirancang sedemikian rupa agar terlihat biasa saat tampil di depan umum, ya layaknya sinetron” ungkapnya.Korban pun merasa kawatir dengan tuntutan jaksa, karena pelaku pernah mengancam akan membunuh korban jika nanti bebas, “saya takut mas, terus terang saya masih trauma dengan semua kejadian itu” ujar vera. Sidang KDRT yang digelar di pengadilan negeri Jakarta pusat ini cukup mendapat perhatian, selain dari komas perempuan dan perlindungan anak serta dari LSM yang konsen terhadap kaum hawa pun memantau jalannya persidangan.

BAB III PENUTUP


Persinetronan Indonesia masih belum memiliki identitas, masih terlalu melihat pasar daripada mementingkan nilai-nilai bijak yang akan disampaikan. Padahal media televisi merupakan media paling efektif dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat, karena visual akan mudah ditangkap dan dicerna oleh penontonnya. Tak ada pesan yang mereka sampaikan, hanya masalah keluarga, tak ada pesan terselubung untuk mendidik masyarakat menjadi lebih baik. Orang-orang yang menonton sinetron sekarang akan “dicuci otaknya” bahwa kehidupan adalah cinta, masalah keluarga, dan perkelahian sinis antar orang.
Tayangan sinetron  telah mencuci otak masyarakat atau telah mengubah pola pikir masyarakat. Banyak oarng-orang yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi, setelah dididik oleh sinetron gaya hidup mereka sudah seperti sinetron, perkelahian yang terjadi dalam rumah tangga anatar susmi dan istri ya ng akhiornya menimbulkan p;erceraian atau  yang lebih sadisnya adalah pembunuhan oleh suami ataupun oleh istri.
Tayangan sinetron juga memberikan peran juga terhadap penigkatan kekerasan dalam trumah tangga. Bagi orang yang tidak mengerti akan m mempraktekan apa yang dilihatnya di dalam sinetron ke dunia nyata. Terlalu mendramatisir sinetron membuat orang bertingkah laku layaknya sinetron di dunia nyata. Kasus kekerasan dalam rumah tangga semakin meningkat taiapa tahunya.


[1] http://bobby86.wordpress.com/2009/02/10/sinetron-dan-dampak-yang-ditimbulkannya
[2] Kompas.com
[3] http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/10/07/125905/Tayangan-Televisi-Picu-KDRT
[4] http://www.fahmina.or.id/artikel-a-berita/mutiara-arsip/651-kdrt-banyak-terjadi-di-sekitar-kita.html
[5]Rahmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi
[6] http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/10/07/125905/Tayangan-Televisi-Picu-KDRT
[7] http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/10/07/125905/Tayangan-Televisi-Picu-KDRT
[8] http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/10/07/125905/Tayangan-Televisi-Picu-KDRT
[9] http://www.tempo.co/read/news/2011/03/07/179318295/Istri-Potong-Kemaluan-Suami
[10] http://hukum.kompasiana.com/2011/11/09/diduga-jaksa-%E2%80%9Cmasuk-angin%E2%80%9D-pelaku-kdrt-dituntut-2-tahun/

1 komentar:

udin mengatakan...

Sinetron dapat meracuni generasi muda, dan sinetron penuh dengan rekayasa.