AKTIVIS RELAWAN MAHASISWA INDONESIA

TMII

TMII

Rabu, 08 Juni 2011

PERLINDUNGAN ANAK DALAM ISLAM

BAB I
Pendahuluan
Anak adalah amanat Tuhan yang harus senantiasa dipelihara. Apapun statusnya, pada dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Namun, pada kenyataannya betapa banyak anak yang terlantar, tidak mendapatkan pendidikan karena tidak mampu, bahkan menjadi korban tindak kekerasan. Hidupnya tidak menentu, masa depan tidak jelas, dan rentan terhadap berbagai upaya eksploitasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Untuk mengatasi hal ini, banyak upaya dilakukan. Salah satunya adalah mengangkat anak. Langkah ini sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan saling tolong dalam kebaikan dan memelihara anak yatim. Tidak terkecuali di Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim. Fenomena ini tentu memerlukan perangkat hukum yang terkait dengan pengangkatan anak.
Untuk mengatasi hal ini, banyak upaya dilakukan. Salah satunya adalah mengangkat anak. Langkah ini sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan saling tolong dalam kebaikan dan memelihara anak yatim. Tidak terkecuali di Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim, yang menentang keras dan memberikan kritik mendasar terhadap konsepsi hukum pengangkatan anak versi barat. Mereka memandang sama kedudukan hukum dan hak antara anak angkat dengan anak kandung, baik hak waris, hak perwalian, hak hubungan nasab, karena pengangkatan anak menyebabkan putusnya hubungan nasab dengan orang tua kandung, dan sepenuhnya masuk sebagai anak kandung orang tua angkat. Undang-Undang Perlindungan dan Pengangkatan Anak pun dikeluarkan. Kemudian terus mengalami revisi dan penyempurnaan seiring dengan perkembangan waktu yang secara dinamis memunculkan banyak persoalan baru. Sejak disahkan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 memberikan jawaban. Pengadilan agama telah diberikan kewenangan untuk menangani perkara permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. Hal ini merupakan pemantapan hukum sosiologis yang selama ini menguat di kalangan masyarakat muslim Indonesia.

BAB II
Islam dan perlindungan Anak di Indonesia

Peran Agama sangat di perlukan dalam mengenai Perlindungan Anak di Indonesia, Anak menjadi salah satu kepedulian dalam agama. Dalam Islam Misalnya, al-Quran telah menyuratkan dan mengajarkan bahwa anak harus dipelihara dengan baik yang karenanya dilarang membunuh anak sendiri dalam keadaan apa pun apalagi karena takut sengsara (Miskin). Seperti yang disebutkan dalam

Surat Al-An’am ayat 151: “Katakanlah! "Marilah kubacakan apa-apa yang telah diharamkan Tuhan kepadamu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan Dia dengan sesuatupun, berbaktilah kepada kepada kedua orang tuamu. Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu, dan kepada mereka juga. Janganlah kamu mendekati perbuatan keji yang terang maupun yang tersembunyi. Dan janganlah kamu bunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya, kecuali karena sebab-sebab yang dibenarkan oleh syariat. Begitulah yang diperintahkan Tuhan kepadamu, supaya kamu memikirkannya".

Dari segi pemeliharaan, umat islam diperintahkan untuk memberikan hak ASI Pada anak hingga sempurna QS. Al-Maaidah (Al-Maidah) (5) : ayat 116.
[5:116] Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai 'Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah ?". 'Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib".

Tentang anak yang telantar dan yatim, Islam menganjurkan untuk memelihara anak yatim
QS. Al-Baqarah (Al-Baqarah) (2) : Ayat 220.
[2:220] Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Menafkahkan Harta untuk anak yatim Qs. An-Nisaa' (4): Ayat 2-10, Serta melarang menghukum anak yatim yang jika dilakukan maka pelakunya sama dengan telah mendustakan agama QS. Al-Maa'uun (Al-Ma'un) (107) Ayat :1-2.

HAK ANAK DALAM ISLAM
Komitmen perlindungan terhadap anak-anak dan perempuan dalam ajaran Islam, tertera di berbagai literatur, kodifikasi hukum dan kitab suci Al-Qur’an. Setiap anak Adam dipandang suci dan mulia dalam Islam. Banyak ayat yang menyatakan demikian. Diantaranya QS. Al-Isra (17) Ayat: 70. Setiap anak yang lahir dijamin kesuciannya, ia berhak mendapat pengasuhan dan pendidikan dari orang tua atau walinya. Setiap anak memiliki hak fisik dan moral. Hak fisik itu antara lain hak kepemilikan, warisan, disumbang, dan disokong. Hak moral antara lain: diberikan nama yang baik, mengetahui siapa orangtuanya, mengetahui asal leluhurnya dan mendapat bimbingan dalam bidang agama dan moral.
Diantara hak anak dalam hal pengasuhan yang diatur dalam ajaran Islam QS. Al-Baqarah (2) Ayat: 233 adalah mendapatkan air susu ibu (ASI) sejak lahir idealnya hingga usia dua tahun penuh. Dua tahun penuh sebagai durasi ideal seorang bayi mendapat ASI, tanpa harus membebani Ibunya secara berlebihan, apalagi hingga membuat sang Ibu sengsara karenanya Islam juga memberi solusi bagi ibu yang kurang sehat boleh menitipkan penyusuan kepada perempuan lain, atas kesepakatan bersama suami. Penyusuan boleh dihentikan sebelum dua tahun, tapi terlebih dahulu kedua orang tua harus bermusyawarah untuk melihat baik buruknya pengehentian penyusuan tersebut. Hal ini ditegaskan dalam Al-Quran:
“Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan musyawarah, maka tidak ada dosa bagi keduanya.” QS. Al-An’am (6) Ayat: 151.
Ayah bayi harus membantu agar air susu ibu terus tersedia cukup dengan cara menyediakan makanan yang cukup bagi ibu dan suasana yang tentram dan damai. Hal ini menjadi suatu pertanda bahwa sebenarnya Islam menggangap menyusui anak sebagai satu kewajiban utama bagi ibu sehingga ia tidak bisa dibebani pekerjaan yang bisa menggangu proses penyusuan itu.
Konsep semacam ini Islam mengatur dan menjamin hak kesehatan dan hak pengasuhan serta pendidikan anak. sebab seperti diketahui, ASI ternyata berperan besar dalam membentuk ketahanan tubuh seorang bayi dari penyakit, juga berperan dalam pembentukan karakter dan kecerdaasan seorang bayi. Pemerintah juga bertangggug jawab dalam kelangsungan hidup dan tanggung jawab setiap warganya. Maka kelangsungan hidup dan kenyamanan setiap anak dalam menikmti ASI juga seharusnya dijamin oleh pemerintah. Hak pengasuhan yang harus diperoleh setiap anak juga mencakup hak mendapatkan nama, Aqiqah dan pengenaalan terhadap lingkungan dan penanaman ideologi serta pendidikan.
Rasulullah S.A.W. bersabda; “Tiap bayi dilahirkan dalam kadaan suci ( fithrah Islamy ). Ayah dan Ibunyalah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nashrany, atau Majusyi." HR Bukhary ; 1100; 243/15. dalam hadist lain juga diungkap “Barang siapa mempunyai dua anak perempuan dan dia asuh dengan baik maka mereka akan menyebabkannya masuk sorga. HR. Al Bukhary 1100; 244/20.
Belakangan ini, berbagai teori pendidikan dan metodenya semakin berkembang. Ukuran kecerdasan seseorang juga kian beragam. Orang tua modern saat ini tidak lagi melihat kecerdasan anak secara konvensional, tidak dari sisi prestasi akademis belaka. Pendidikan anak menggunakan beragam metode yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan psikologinya. Di lingkungan keluarga, pendidikan anak diarahkan dalam rangka penanaman keagamaan, sebagai contoh pendidikan tentang shalat sebagaimana yang anjurkan oleh Rasululah dalam sabdanya:
”Perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka jika sampai berusia sepuluh tahun mereka tetap enggan mengerjakan shalat”. (HR. Abu Daud dan al-Hakim).
Dalam hadits ini Rasulullah menggunakan ungkapan murruu (perintahkanlah) untuk usia anak di bawah 10 tahun dan idhribuu (pukullah) untuk usia 10 tahun. Dengan demikian, sebelum seorang anak menginjak usia 10 tahun, tidak diperkenankan menggunakan kekerasan dalam masalah shalat, apalagi dalam masalah selain shalat. Masa depan dan pendidikan anak menjadi kewajiban utama orang tuanya.
“Tidak ada pemberian seorang ayah yang lebih baik, selain dari budi pekerti yang luhur”. (HR. Tirmidzi).
Islam juga meminta komitmen pemerintah dan masyarakat dalam meperhatikan hak anak yatim. Seorang anak yatim, anak yang terbuang, terlantar, korban perang dan semacamnya memiliki hak yang sama seperti anak-anak yang lain. Mengabaikan pendidikan anak merupakan dosa sosial yang berdampak sangat buruk bagi masa depan sebuah komunitas, termasuk agama dan negara itu sendiri. Allah SWT bahkan mengingatkan umatnya untuk tidak berbohong atas nama agama, dan tidak mengekploitasi anak yatim; terlantar; dan sejenisnya, dan melarang terampasnya hak mereka.
Eksploitasi anak dapat terjadi dalam suatu pekerjaan atau dengan alasan pembelajaran. semua hal tersebut dapat berakibat langsung pada fisik, mental psikologi mereka. Islam jelas melarang hal ini. Sebuah hadist yang masyhur tentang pendidikan Anak mengurai kewajiban orang tua untuk mendidik anaknya tanpa harus memaksakan kehendak diri orang tua. Tanpa harus mengeksploitasi anak. “Didiklah Anak-anakmu, karena mereka diciptakan untuk menghadapi jaman yang berbeda dengan jamanmu,” Pesan Nabi itu menegaskan karakter pendidikan haruslah futuristik dan membebaskan setiap anak untuk berkreasi sesuai minat dan bakat untuk peranya, tanpa harus keindahan dan kenyamanan mereka untuk menikmati masa kanak-kanak dengan indah
Anak adalah kelompok masyarakat yang sangat rentan untuk menjadi korban suatu tindak pidana. Kerentanan itu diakibatkan oleh berbagai keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki oleh anak-anak. Lemahnya fisik, keterbatasan pemikiran dan pengetahuan, rendahnya posisi tawar dalam ruang interaksi sosial, keluarga yang tidak utuh, dan lemahnya ekonomi keluarga membuat anak-anak menjadi pihak yang sangat mudah dan rentan dihampiri oleh tindak pidana, atau dengan kata lain menjadi korban tindak pidana.
Padahal, dalam hal hubungan dengan anak, Rasulullah mengajarkan orang tua melakukan pendekatan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Tuntunan Rasulullah ini kerap kali terabaikan, lalu muncullah apa yang disebut kekerasan terhadap anak. Begitu banyak kasus kekerasan terhadap anak muncul dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Optimalisasi Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Undang-Undang Perlindungan Anak perlu didukung dan ditingkatkan, agar masa depan anak-anak indonesia terjamin, yang dengan sendirinya dapat menjamin masa depan bangsa ini. Tak heran jika nabi mengungkap “Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan,” dan untuk membentuk mental tangguh seorang pemuda, harus dididik oleh seorang ibu yang tangguh dan kompeten, tak heran jika Nabi juga bersabda “Ibu adalah tiang negara” sebab dari Ibu yang mampu mendidiklah, lahir para pemimpin muda yang tangguh.
UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK
UUD perlindungan anak ditetapkan oleh pemerintah Indonesia setelah ikut meratifikasi konvensi hak anak KHA) melalui keputusan presiden ri nnomor 36/1990. Kemudian lahirlah UU perlindungan anak pada tanggal 22 oktober 2002, yakni UUPA no. 23 tahun 2002. Perangkat UUD ini merealisasikan pemenuhan dan perlindungan hak anak di Indonesia.
Pemberlakuan konvensi hak anak untuk Negara yang telah meratifikasi. Kemudian keberadaan UU perlindungan anak (UUPA) harus diketahui oleh semua pihak di masyarakat Indonesia. Keduanya menjadi paying hukum dalam setiap upaya perlindungan anak. Terutama UUPA, tidak saja mengatur pencegahan dan perlindungan, tetapi mengatur pula sanksi dan denda setiap pelanggaran terhadap hak-hak anak.
Kewajiban Orangtua
Hak anak menjadi hak yang sangat melekat pada diri anak. Perlindungan dan pemenuhan hak anak adalah kewajiban orang tua, orang dewasa, sekolah, masyarakat, dan semua pihak yang akhirnya merujuk kepada pemerintah.
Kewajiban ini memiliki tiga kata kunci utama yang harus di perhatikan dan menjadi acuan pelaksanaan kewajiban tersebut, yaitu: Pemenuhan Hak Anak, Perlindungan Anak, dan Penghargaan pada Anak atau respect.
KONVENSI PERLINDUNGAN ANAK
Dalam Konvensi Hak Anak (KNA) dan Undang-Undang Pedindungan Anak, keduanya memiliki prinsip-prinsip umum hak -hak anak. Prinsip umum ini disepakati agar seluruh anak di dunia memiliki hak yang sama. Adapun prinsip umum tersebut sebagal berikut: Kepentingan terbaik bagi anak, Hak tumbuh kembang dan kalangsungan hidup, Non diskriminasi, dan Hak partisipasi dalam masyarakat.
Pertama. Prinsip kepentingan terbaik anak, artinya bahwa setiap usaha dan upaya dalam kegiatan yang brsangkutan dengan anak mengutamakan kepentingan terbaik bagi diri anak.
Kedua Prinsip kelangsungan dan perkembangan, terfokus pada hak-hak anak yang berkaltan dengan tumbuh-kembang anak dan keberlangsungan hidup anak untuk tetap bertahan dalam kehidupan ini.
Ketiga. Prinsip universalitas atau non diskriminasi, artinya semua hak-hak anak yang telah dirumuskan dan ditetapkan dalam upaya pemenuhan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak berlaku sama untuk samua anak. Tidak ada pemisahan dan perlakuan berbeda pada anak, termasuk dalam kondisi dan situasi apapun.
Keempat. Partisipasi atau penghargaan terhadap pendapat anak. Anak memiliki hak untuk terlibat dan dilibatkan dalam setiap hal yang berhubungan dengan kehidupan mereka. Pendapat anak patut didengar dan dipertimbangkan. Karena anak lebih mengetahui apa yang dia butuhkan dalam menjalani hidupnya.
PERBEDAAN KONVENSI HAK ANAK DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK
Terdapat perbedaan antara KHA dan UUPA. Ini menjadi cirri khas dari peraturan perlindungan anak di Indonesia. Perbedaan tersebut terdapat daalam tiga pasaal, yaitu: pasal tentang kewajiban nak, pasal tentang sanksi untuk pelanggaran, dan yang terakhir adalah pasal perbedaan pendefinisian anak.
ORGANISASI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA
Komisi Nasional Perlindungan Anak terdiri dari:
Forum Nasional Perlindungan Anak (Forum Nasional), merupakan badan pemegang kekuasaan tertinggi dan pengambil keputusan tertinggi dalam Komisi Nasional Perlindungan Anak, diselenggarakan berdasarkan ketentuan dan aturan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta aturan lainnya yang ditetapkan dalam pertemuan Forum Nasional Perlindungan Anak. Forum Nasional Perlindungan Anak diselenggarakan setiap tiga tahun sekali.
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komisi Nasional), dengan anggota sebanyak 11-21 orang yang dipilih oleh Forum Nasional.
Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak saat ini adalah Seto Mulyadi, dengan Sekretaris Jenderal Arist Merdeka Sirait.


DAFTAR PUSTAKA
http://www.belbuk.com/hukum-perlindungan-dan-pengangkatan-anak-di-indonesia-p-2404.html.
Bunga rampai, islam dan kesejahteraan sosial,Kusmana, IAIN Indonesia Social Equity Project.
http://www.rahima.or.id/425:hak-anak-dalam-islam--al-arham-edisi-16-a&catid=19:al-arham&Itemid=328.
http://www.anneahira.com/undang-undang-perlindungan-anak.htm

Tidak ada komentar: